![[Mini Cerbung] Misteri Di Balik Kodrat (18+)](https://s.kaskus.id/images/2025/02/14/9481769_20250214080404.jpg)
Sumber Gambar:AI
Genre: Psychological, Realistic Mystery, Gore
Target Pembaca: Wanita
Rating: 18+
Apakah yang sebenarnya terjadi pada Dewi? Apakah Dewi sakit? Baca selengkapnya…
Fahri duduk di tepi tempat tidur Dewi, tangannya menggenggam sebuah buku berukuran sedang dengan sampul berwarna ungu pastel. Diary itu terbuka di salah satu halamannya, memperlihatkan tulisan tangan yang rapi namun penuh dengan kata-kata yang terasa janggal.
“Kodrat fisiologis ini datang lagi, tetapi mengapa tidak seperti sebelumnya? Apa ada yang salah denganku? Hemoragik ini tidak beraturan. Aku sudah mencoba mencatat polanya, tetapi selalu meleset jauh. Seharusnya aku bisa memprediksi kapan ia akan datang, tetapi ini seperti permainan teka-teki. Aku merasa seperti kehilangan kendali atas tubuhku sendiri.”
Fahri membaca ulang kalimat itu beberapa kali, mencoba mencerna maknanya. Ia tahu bahwa “kodrat fisiologis” yang dimaksud Dewi adalah menstruasi. Tapi ada sesuatu dalam tulisan ini yang membuatnya tidak tenang.
Ia menutup buku itu perlahan dan menatap sekeliling kamar Dewi. Kamar itu cukup rapi, meskipun ada beberapa buku yang berserakan di meja belajar dan tumpukan pakaian yang belum disusun di kursi. Dinding kamar dihiasi dengan beberapa foto keluarga lama, salah satunya foto Dewi kecil bersama ibunya, Aisyah, yang telah meninggal sejak Dewi berusia 5 tahun.
Fahri menghela napas. Ia membesarkan Dewi seorang diri selama lebih dari satu dekade, dan selama itu pula ia merasa dirinya cukup mengenal putrinya. Namun sekarang, ia mulai mempertanyakan apakah benar-benar mengenal Dewi sepenuhnya.
***
Pikiran Fahri kembali pada sesuatu yang selama ini dianggapnya biasa, tetapi sekarang terasa aneh. Dewi selalu mengenakan rok dan celana hitam. Tidak hanya saat ia mengalami menstruasi, tetapi hampir setiap saat. Sejak usia 12 tahun, ia memang lebih sering mengenakan pakaian seperti itu setiap kali menstruasi, sesuatu yang menurutnya hanya sekadar cara preventif untuk mencegah insiden yang memalukan.
Namun, jika dipikirkan lebih dalam, kebiasaannya itu sekarang tidak masuk akal. Jika alasannya hanya karena kenyamanan atau kebiasaan, mengapa ia harus memakai pakaian yang sama hampir setiap hari? Mengapa tidak pernah ada variasi?
Dewi bukan anak yang suka berlebihan dalam berdandan, tetapi ia juga bukan tipe yang obsesif terhadap pakaian tertentu. Hal ini semakin membuat Fahri merasa ada sesuatu yang disembunyikan putrinya.
Mata Fahri kembali tertuju pada meja belajar Dewi. Ia bangkit dan melangkah ke sana, menelusuri buku-buku yang tertumpuk rapi. Ada buku pelajaran biologi, novel fiksi, dan beberapa jurnal kesehatan. Lalu, matanya menangkap sesuatu yang lain. Sebuah kalender kecil, dengan beberapa tanda yang dituliskan di sana.
Di beberapa tanggal, ada tanda bulatan merah kecil, tetapi tidak mengikuti pola yang tetap. Sepertinya, Dewi berusaha mencatat sesuatu, tetapi polanya tidak seperti yang seharusnya.
Fahri mengernyit. Seberapa besar kemungkinan Dewi mengalami gangguan kesehatan? Apakah ini alasan mengapa ia selalu memakai pakaian yang sama? Ataukah ada alasan lain yang lebih kompleks?
***
Fahri duduk kembali di tepi tempat tidur, mencoba mengatur pikirannya. Matanya terpaku pada sebuah foto kecil yang terletak di meja samping tempat tidur. Itu adalah foto Dewi saat berusia sekitar 10 tahun, mengenakan seragam sekolah dan tersenyum manis.
Wajah Dewi mengingatkan Fahri pada Aisyah, terutama pada bentuk hidungnya yang sama persis dengan milik Fahri. Sedikit mancung, dengan ujung yang tajam. Ia sering mendengar orang-orang berkata bahwa Dewi adalah perpaduan sempurna antara dirinya dan Aisyah.
Kulitnya sawo matang, khas keturunan Arab-Bugis yang diwarisi dari ibunya. Matanya tajam dan penuh ekspresi, sesuatu yang membuatnya terlihat kuat, meskipun dalam banyak kesempatan, ada kelembutan di sana.
Selama ini, Fahri selalu melihat Dewi sebagai anak yang mandiri dan tidak banyak menuntut. Ia jarang mengeluh, bahkan ketika menghadapi kesulitan di sekolah atau dalam pergaulannya. Tetapi apakah itu berarti Dewi benar-benar baik-baik saja? Ataukah ia hanya menyembunyikan sesuatu darinya?
Fahri menghela napas panjang. Ia ingin bertanya langsung pada Dewi, tetapi ia juga tidak ingin membuat putrinya merasa terpojok.
***
Sore itu, saat makan malam, Fahri mencoba memperhatikan Dewi lebih cermat. Mereka duduk berhadapan di meja makan, dengan hidangan sederhana yang ia siapkan sendiri: nasi, ayam goreng, dan sayur bening bayam.
Dewi makan dengan tenang seperti biasa, tidak menunjukkan tanda-tanda ada sesuatu yang mengganggunya. Namun, ketika Fahri memperhatikan lebih lama, ia menyadari satu kebiasaan kecil yang selama ini tidak terlalu ia sadari. Dewi sering merapikan lipatan rok dan celananya, seolah memastikan tidak ada yang terlihat atau terasa tidak nyaman.
“Ayah lihat kamu selalu pakai rok dan celana hitam. Kenapa?” tanya Fahri, mencoba berbicara dengan nada ringan
Dewi mengangkat alisnya sebentar, lalu tersenyum kecil.
“Memang kenapa? Aku suka saja.” jawabnya santai
“Tapi kamu selalu pakai itu, bahkan di hari-hari yang seharusnya kamu nggak sedang menstruasi,” lanjut Fahri, mencoba menggali lebih dalam
Dewi menghela napasnya, meletakkan sendoknya.
“Ayah… ini cuma kebiasaan. Aku nyaman pakai ini, itu saja.” jawab Dewi
Fahri menatapnya, mencari tanda-tanda kebohongan di wajah putrinya. Namun, Dewi tetap terlihat tenang, meskipun ada sedikit ketegangan di matanya.
“Ayah cuma khawatir,” ucap Fahri akhirnya
Dewi tersenyum tipis.
“Aku baik-baik aja, Ayah. Jangan terlalu mikirin hal kecil kayak gini.” ucap Dewi
Namun, bagi Fahri, ini bukan hal kecil. Ia merasa ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.
***
Malam itu, Fahri sulit tidur. Ia berbaring di tempat tidurnya, memandangi langit-langit kamar sambil memikirkan Dewi. Diary itu masih ada di atas meja kecil di samping tempat tidur, seolah-olah mengingatkannya bahwa misteri ini belum terpecahkan.
Saat akhirnya ia berhasil tertidur, ia bermimpi.
Dalam mimpinya, ia melihat Dewi berdiri di sebuah lorong yang panjang dan gelap. Putrinya mengenakan pakaian serba hitam, seperti biasa, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Di tangannya, ia menggenggam sesuatu yang tampak seperti serpihan kertas.
Ketika Fahri mencoba mendekatinya, Dewi berbalik dan berjalan menjauh, suaranya terdengar samar.
“Ayah tidak perlu tahu semuanya…”
Fahri terbangun dengan napas memburu. Keringat dingin membasahi dahinya, meskipun udara di kamar tidak terlalu panas.
Fahri duduk tegak, berusaha menenangkan dirinya. Itu hanya mimpi, tetapi entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang nyata di baliknya.
Rasa khawatir dalam hatinya semakin bertambah.
Apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan Dewi?