Rating: 21+
Target Pembaca: Pria
Genre: Dewasa, Misteri Realistis
DISCLAIMER: Dilarang membaca cerita ini di jam puasa!!
Jam dinding di kamar Aldi menunjukkan pukul 02:13 dini hari. Udara malam terasa dingin, menembus celah-celah jendela yang sedikit terbuka. Aldi terbangun bukan karena mimpi buruk atau suara bising dari luar, melainkan karena perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba menyeruak dalam pikirannya. Ada sesuatu yang terasa aneh.
Ia bangkit perlahan dari tempat tidur, mengusap wajahnya yang masih setengah mengantuk. Lampu kamar tidak dinyalakan, hanya cahaya dari layar ponselnya yang sedikit menerangi ruangan. Pandangannya tertuju ke arah pintu kamarnya yang tertutup rapat, tetapi justru hal itulah yang membuatnya merinding.
Pintu kamar Aldo, adiknya yang berumur 19 tahun, biasanya selalu tertutup. Namun, kali ini, saat matanya menyesuaikan diri dengan kegelapan, ia menyadari sesuatu yang janggal. Pintu kamar Aldo terbuka lebar.
Jantungnya berdetak lebih cepat. Aldi segera bangkit dan berjalan keluar dari kamarnya, langkahnya berhati-hati di lantai dingin rumah mereka yang sunyi. Ia mendekati kamar Aldo, lalu berdiri di ambang pintu.
Ruangan itu gelap, hanya sedikit cahaya dari lampu jalan yang masuk melalui jendela. Namun, Aldi bisa melihat dengan jelas bahwa tempat tidur Aldo kosong.
“Aldo?” panggil Aldi, suaranya nyaris berbisik
Tidak ada jawaban.
Aldi melangkah masuk. Tangan kanannya meraba dinding, mencari saklar lampu. Saat lampu menyala, ia bisa melihat isi kamar Aldo yang tampak berantakan, tidak seperti biasanya.
Selimut di tempat tidur acak-acakan, beberapa pakaian tergeletak sembarangan di lantai, dan kursi belajar Aldo tergeser jauh dari posisi biasanya. Aldi mengerutkan kening. Ada apa ini?
Namun, sesuatu di atas meja belajar Aldo menarik perhatiannya. Sepotong kertas putih.
Aldi segera mendekat, mengambil kertas itu dengan tangan gemetar. Tulisan tangan Aldo terpampang jelas di sana, hanya terdiri dari satu kalimat: “Aku mau pergi jauh.”
Jantung Aldi seperti berhenti berdetak sesaat.
Apa maksudnya ini? Pergi ke mana? Kenapa tidak bilang apa-apa?
Pikirannya langsung dipenuhi dengan berbagai kemungkinan buruk. Ia menelan ludah, lalu mencoba menenangkan diri. Jangan panik dulu, Aldi.
Ia mengambil ponselnya dan menelepon Aldo. Namun, seperti yang sudah ia duga, nomornya tidak aktif.
Aldi meremas kertas di tangannya.
Sialan! Kenapa dia pergi diam-diam seperti ini?
***
Aldi mencoba berpikir jernih. Mungkin Aldo hanya pergi ke luar sebentar dan akan kembali. Tapi, semakin ia memperhatikan keadaan kamar Aldo, semakin ia yakin bahwa ini bukan sekadar kepergian biasa.
Kenapa tempat tidurnya dibiarkan berantakan? Kenapa ia menulis pesan seperti itu?
Ia mengalihkan pandangannya ke meja belajar Aldo. Ada beberapa barang yang tampaknya tertinggal: dompet Aldo masih ada di sana, begitu pula kartu identitasnya. Tapi ponselnya tidak ada.
Aldi mendesah, rasa cemasnya semakin kuat.
Ia keluar dari kamar Aldo dan mengecek seluruh rumah. Pintu depan terkunci, tidak ada tanda-tanda pintu dibuka paksa. Berarti Aldo sengaja pergi sendiri.
Aldi kembali ke kamar Aldo dan duduk di tepi tempat tidurnya, mencoba menghubungi beberapa teman Aldo. Ia tidak terlalu akrab dengan mereka, tetapi ia tahu beberapa nomor kontak dari ponsel Aldo yang pernah dipinjamnya.
Tak ada satupun yang menjawab.
Aldi menggigit bibirnya. Ini bukan pertanda baik.
Ia memandangi kamar Aldo sekali lagi, mencoba mencari petunjuk lain. Matanya tertuju pada sesuatu di lantai, dekat kaki meja. Ia mengernyit. Ada sesuatu yang aneh di sana.
***
Aldi berjongkok dan memperhatikan lebih dekat. Ada noda cairan putih kental yang menempel di lantai, sebagian sudah mengering.
Aldi langsung tertegun. Ia tahu betul cairan apa itu. Itu adalah cairan sp*rma Aldo.
“Sialan kamu Aldo!” gumam Aldi dengan penuh amarah
Kemarahan seketika menggelegak dalam dadanya. Ia langsung berdiri dan menggebrak meja belajar Aldo dengan keras.
BRAK!
Jadi ini alasannya?!
Aldi mengutuk dalam hati. Selama ini, ia sudah menduga bahwa Aldo mulai terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak baik, tetapi ia tidak menyangka akan sejauh ini.
Aldi mengambil ponselnya, memfoto cairan itu, lalu tanpa berpikir panjang mengunggahnya ke Kaskus.
Ia menulis sebuah thread Kaskus dengan judul: “Adik Gue Kabur, dan Gue Nemuin Ini di Kamarnya. Ada yang Bisa Jelasin?”
Ia berharap ada seseorang yang bisa memberikan penjelasan atau setidaknya petunjuk tentang kondisi Aldo. Namun, dalam hitungan menit, balasan yang ia terima justru sangat berbeda dari yang ia harapkan.
“Kenapa malah difoto dan diposting? Jijik banget anjir.”
“Adiknya cabul wkwkwk.”
“Wah, ini sih penyakit mental.”
Aldi menggertakkan giginya.
Bukan bantuan yang ia dapat, melainkan ejekan dan bully-an.
Ia merasa semakin terjebak dalam ketidakpastian.
***
Aldi menutup Kaskus dengan kesal.
“Sial! Apa gue yang salah karena mencoba cari bantuan di sana?!” pikirnya geram
Ia menghela napas dalam, mencoba menenangkan diri. Sekarang bukan saatnya terpancing emosi. Ia harus mencari cara lain untuk menemukan Aldo.
Aldi kembali melihat catatan yang ditinggalkan Aldo.
“Aku mau pergi jauh.”
Kata-kata itu berulang kali terngiang di kepalanya.
Ia mencoba mengingat apakah ada sesuatu yang terjadi sebelum ini. Apakah Aldo pernah menunjukkan tanda-tanda akan kabur?
Beberapa hari terakhir, Aldi memang memperhatikan Aldo sering murung. Ia jarang keluar kamar, sering menolak makan bersama, dan menghabiskan waktu di depan laptopnya.
Aldi mengerutkan dahi.
Jangan-jangan, ada sesuatu di laptop Aldo yang bisa memberi petunjuk?
Aldi berdiri, mencari laptop Aldo.
Namun, setelah menggeledah seluruh kamar, laptop itu tidak ada.
Sial! Dia membawanya!
Ini semakin menegaskan bahwa Aldo pergi bukan tanpa rencana.
Aldi menutup matanya, mencoba berpikir lebih jernih. Ia tidak bisa gegabah.
Mungkin besok pagi ia bisa melaporkan hal ini ke polisi. Tapi, apakah Aldo benar-benar dalam bahaya? Atau ia hanya ingin pergi sementara?
Aldi sama sekali tidak tahu.
Yang jelas, rasa cemas di dadanya semakin membesar.
Malam itu, Aldi tidak bisa tidur. Ia hanya bisa duduk di kamar Aldo, menatap kosong ke dinding, sambil berharap adiknya akan kembali sebelum semuanya terlambat.
TO BE CONTINUED