Ada Bangunan Terbengkalai di Sudirman, Diduga Proyek Mangkrak akibat Krisis 98

Ada Bangunan Terbengkalai di Sudirman, Diduga Proyek Mangkrak akibat Krisis 98
Potret proyek mangkrak di Jalan Sudirman diambil dari Intiland Tower (Foto: Lidia Pratama Febrian)(Hanifah Salsabila)

JAKARTA, KOMPAS.com – Di antara kemegahan gedung-gedung tinggi di wilayah Sudirman, Jakarta Pusat, terdapat terdapat sebuah lahan yang terisi sebuah bangunan tua yang belum rampung dibangun. 
Bangunan yang berada persis di samping Sahid Sudirman Center itu terlihat kumuh dengan besi-besi yang sudah berkarat, seolah menjadi noda di tengah-tengah bangunan tinggi nan megah di sekitarnya.
Warga setempat, Pandri (53), menuturkan bahwa bangunan mangkrak itu sudah lama terbengkalai lebih dari 20 tahun.
“Udah lama banget ini, sebelum tahun 2000-an juga udah kayak gini,” kata Pandri kepada Kompas.com saat ditemui di sekitar bangunan itu, Jumat (16/5/2025).
Pandri menjelaskan, pembangunan proyek bangunan tersebut dimulai hampir bersamaan dengan Sahid Sudirman Center.
Namun, hingga Sahid Sudirman Center selesai dibangun, proyek bangunan bertutup seng biru itu tak kunjung selesai.
“Dulu ini barengan dibangunnya. Tapi yang Sahid Sudirman Center duluan.
Udah selesai juga yang itu, yang sebelah ini masih aja begitu,” jelas Padri.
Dari jalan raya, masyarakat tidak bisa melihat dengan jelas isi lahan yang tertutup seng berwarna biru itu.
Namun, kondisi bangunan yang terbengkalai itu bisa dilihat melalui gedung-gedung tinggi sekitar, salah satunya Sahid Sudirman Center.
Padri mengatakan, dari lantai lima gedung itu, pemandangan proyek bangunan yang sudah berkarat ini bisa disaksikan dengan jelas.
“Udah pada karatan itu di dalem.
Tapi lihatnya harus ke atas dulu tuh.
Dari lantai lima juga udah jelas kelihatan,” ujarnya.
Warga lainnya, Agus (49), yang bekerja sebagai tukang parkir di depan lahan itu mengatakan bahwa bangunan yang ada di dalam saat ini sedang dibongkar.
“Udah pada pembongkaran itu sekarang, udah jalan dua tahun lah kayaknya,” kata Agus ditemui terpisah.
Agus menceritakan bahwa sebelum terbengkalai, bangunan tersebut sempat dibangun hingga mencapai 20 lantai.  
Namun, ia tidak mengetahui secara pasti siapa pemilik lahan tersebut maupun jenis dan peruntukan gedung tersebut dibangun.
“Dulu itu sama kayak gedung-gedung yang lain itu, tinggi, ada kali 18 sampai 20 lantai,” sebutnya.

Sumber

Ada Bangunan Terbengkalai di Sudirman, Diduga Proyek Mangkrak akibat Krisis 98
KPK Hentikan Kasus BLBI yang Jerat Pengusaha Sjamsul Nursalim, Pertama dalam Sejarah

anak cucuknya emoticon-thumbsup

emoticon-Ultah

Dedi Mulyadi Datangi KPK

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendatangi KPK.
Dedi Mulyadi Datangi KPK
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi setelah menggelar pertemuan dengan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai membahas kebijakan pendidikan karakter bagi siswa bermasalah ke barak militer di Kantor Kementerian Hak Asasi Manusia, Jakarta, 8 Mei 2025. Antara/Indrianto Eko Suwarso

TEMPO.COJakarta – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau yang sering disapa dengan sebutan KDM, menyambangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini. Tujuannya untuk berdiskusi perihal upaya pencegahan tindak pidana korupsi pada anggaran belanja pemerintah daerah.
“Kita pagi ini bertemu dengan jajaran KPK di bidang pencegahan. Kita mendapat arahan soal kebijakan yang diambil Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” kata Dedi di Gedung Merah Putih KPK, Senin, 19 Mei 2025.
Kebijakan yang dimaksud Dedi, yakni perihal efisiensi atau realokasi seluruh anggaran belanja daerah dari yang tidak penting ke belanja daerah yang dianggap sebagai kepentingan publik. Anggaran belanja daerah akan diprioritaskan pada bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, irigasi, penanganan kemiskinan, jaringan listrik.
Selain itu, dia akan melakukan efisiensi anggaran daerah Jawa Barat yang nilainya mencapai Rp 5 triliun. Dia mencontohkan, seperti di sektor pendidikan, ada belanja Rp 700 miliar lebih untuk TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Sedangkan yang dibutuhkan oleh dunia pendidikan adalah ruang kelas baru, sehingga anggaran itu digeserkan menjadi ruang kelas baru.
Kemudian, untuk efisiensi perjalanan dinas pemerintah yang dinilai tidak prioritas dialihkan untuk pembangunan infrastruktur jalan yang dibutuhkan masyarakat. Karena itu, ada realokasi anggaran dari Rp 700 miliar menjadi Rp 2,4 triliun untuk infrastruktur jalan. Lalu ada anggaran sosialisasi oleh pemerintah yang kemudian dia geser untuk anggaran belanja penerangan listrik warga Rp 250 miliar. Sebab, hampir 240.000 rakyat Jawa Barat tidak punya listrik.
Dedi Mulyadi pun menyebut mendapatkan masukan berupa strategi dari KPK untuk mensinergikan berbagai kebijakan yang mengarah pada peningkatan sumber daya manusia, kenyamanan layanan pemerintah, dan peningkatan kualitas kesehatan warga. Sehingga Jawa Barat bisa mengalami peningkatan indeks ekonomi masyarakatnya, indeks kesejahteraan masyarakatnya, dan indeks pendidikan masyarakatnya.

Sumber

Dedi Mulyadi Datangi KPK

Berubah Lagi Janji Kampanye, Kini Pramono Akui Ongkos Pasang CCTV di RT/RW Mahal

Berubah Lagi Janji Kampanye, Kini Pramono Akui Ongkos Pasang CCTV di RT/RW Mahal

Oleh Syahidan

Jumat, 16 Mei 2025 – 14:10 WIB

Quote:

Masih belum hilang dari benak publik, ketika di masa kampanye Pilkada Jakarta lalu, Gubernur Pramono Anung begitu yakin menjanjikan pemasangan kamera pengawas (CCTV) di seluruh RT/RW.

Kala itu, dia berkeyakinan anggaran memadai dan mampu untuk mengakomodasi ongkos pemasangan dan perawatan.

Kini Pramono berubah dan menganulasi janji kampanyenya.

Pramono menyebut bahwa pihaknya batal memasang CCTV di setiap RT/RW. Namun, akan diganti dengan pemasangan CCTV secara menyeluruh.

“Hal yang berkaitan dengan CCTV tidak akan kita pasang seperti di RT/RW begitu, tetapi secara keseluruhan,” kata Pramono kepada wartawan di Jakarta Pusat, dikutip Jumat (16/5/2025).

Pramono menjelaskan bahwa pemasangan CCTV secara menyeluruh ini akan dilakukan melalui penyewaan kepada pihak ketiga. Ia mangatakan, biaya sewa lebih murah dibandingkan beli baru.

“Dengan demikian, kebutuhan untuk CCTV tidak lagi menjadi pengadaan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tetapi akan disewa. Karena sekarang ini jauh lebih murah dibandingkan dengan membeli baru,” ucap Pramono.

Menurutnya, biaya perawatan CCTV cenderung lebih mahal jika dikelola sendiri, sedangkan jika disewa, tanggung jawab perawatan berada di pihak ketiga

“Memang lebih baik tidak membayar sendiri karena biaya pemeliharaannya akan lebih mahal dan sebagainya. Kemarin saya sudah ke Smart City dan juga mempelajari di internal Balai Kota, hasilnya menunjukkan bahwa menyewa jauh lebih murah,” ujarnya.

Ia mengatakan pengadaan CCTV sistem sewa ini juga cepat lantaran semua jaringan telah terpasang sejak lama. “Tinggal diputuskan apakah penggunaannya untuk pengawasan atau investigasi yang lebih dalam, itu tergantung Pemerintah DKI,” ucapnya.

Mestinya Pramono akui ini dari awal. Sebab, sudah banyak yang mengingatkan.

Salah satunya pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah. Pada Kamis (12/9/2024), Trubus sudah mengingatkan bahwa program pemasangan CCTV untuk menekan angka kriminalitas tak efektif.

“Program ini mengeluarkan anggaran besar kalau terlaksana. Masalahnya efektivitasnya minim. RT kan luas, kalau di Jakarta rata-rata 200 KK satu RT,” ujar Trubus kepada Inilah.com, kala itu.

Trubus menjelaskan, jika setiap RT memiliki 200 kartu keluarga (KK) maka CCTV yang akan dipasang menurut dia tak akan bisa ter-cover di seluruh wilayah.

Sehingga dia menyebut CCTV kurang efektif untuk mengurangi angka kriminalitas.

“Memang CCTV itu bisa meng-cover semua wilayah? Enggak, itu (jangkauan) kan terbatas hanya di satu ruang gedung itu bisa satu sisi, satu lorong itu ya kalau di situ hanya berarti hanya satu kantor RT-nya,” kata dia.

Ia menyarankan, Pramono-Rano tak mengumbar janji kepada warga Jakarta.

Trubus menjelaskan, program CCTV tiap RT justru menimbulkan permasalahan lain yang akan dihadapi masyarakat. Salah satunya adalah tidak adanya anggaran RT dalam merawat CCTV tersebut.

“Jadi yang kedua tentu akan susahnya itu di sisi perawatannya, perhatikan harus ada anggaran lagi yang harus merawat CCTV itu ya kan masalahnya RT itu kan enggak punya uang kasnya enggak ada,” tutur dia.

Adapun, janji ini disampaikan Pramono saat berkampanye di kawasan Jakarta Barat pada Minggu (8/9/2024).

Kala itu, Pramono yakin betul kalau Pemprov mampu dan pemasangan kamera pemantau bakal efektif menekan tindakan kriminalitas, perundungan, hingga pencurian di wilayah padat penduduk.

Pramono mengungkapkan, program ini muncul usai dirinya bersama Rano Karno belanja masalah ke masyarakat Jakarta.

“Program sederhana yang kami lakukan, semua RT/RW ada CCTV-nya,” kata Pramono ditemui di kawasan Jakarta Barat, Minggu (8/9/2024).

sumber

Pengalaman Ngekost di Bali: Enaknya Di Mana, Ribetnya Di Mana

Pengalaman Ngekost di Bali: Enaknya Di Mana, Ribetnya Di Mana

Halo bre,

Gue mau curhat nih. Tapi bukan curhat kaleng-kaleng yang isinya cuma keluhan gak penting dan maki-maki dunia. Ini bukan soal patah hati karena doi nikah sama bosnya, bukan juga soal mantan yang sekarang jadi seleb TikTok. Ini lebih dalem. Ini soal pengalaman ngekost di Bali. Bukan Bali yang di Instagram ya, yang isinya pemandangan cakep dan bule ngopi. Tapi Bali yang beneran tempat lo tinggal, hidup, nyari nasi, dan belajar makna kata “cukup”.

1. Banyak Sukanya, Serius. Tapi Juga Banyak Godaannya. Lebih Gawat dari Chat Mantan Tengah Malam

Jujur ya, tinggal di Bali itu… nikmat. Gak usah dibungkus kata-kata puitis. Nikmat, titik. Gue ngekost di daerah Nusa Dua, Bali Selatan. Udaranya seger, suasana tenang, orang-orangnya sopan, gak suka urusin hidup orang lain alias gak julid. Ini surga, bro, apalagi kalau lo datang dari kota besar yang isinya macet, omelan, dan tetangga toxic yang kerjaannya cuma ngitungin jumlah jemuran lo tiap minggu.

Dan jangan salah…
Gue tinggal di kost yang pemiliknya maaf nih ya bisa bikin lo lupa password Wi-Fi saking cantiknya. Namanya Ibu Kadek Dewi. Perempuan paruh baya tapi auranya… yah, bisa bikin mata ngantuk lo langsung segar kayak abis ngopi robusta. Kulit sawo matang eksotis, rambut panjang, dan yang paling bahaya: daster tipis yang kayaknya emang udah dirancang khusus buat bikin anak kost diuji imannya tiap pagi.

Tapi bukan itu poin utamanya.

Poinnya adalah: tinggal di Bali itu bikin lo bersyukur.
Lo diajarin hidup sederhana tapi bahagia. Gak ada tuh tetangga komen, “Wah, bajunya itu-itu aja,” atau, “Kerja apa sih, kok jarang kelihatan?” Di sini, lo bisa hidup tenang tanpa harus pura-pura sukses. Lo bisa makan nasi jinggo Rp10 ribu sambil duduk di pinggir pantai tanpa ada yang judge lo miskin. Di sini, standar kebahagiaan tuh gak diukur dari HP yang lo pake atau kerjaan lo apa.

2. Tapi Kadang, Terlalu Nyaman Juga Bahaya

Ini jujur ya, bro.
Kadang saking nyamannya hidup di Bali, lo lupa bahwa hidup itu perjuangan. Gue pernah ngalamin fase: kerjaan seret, tabungan menipis, tapi gue masih bisa senyum-senyum nonton sunset tiap sore. Di kota lain, mungkin gue udah stres, tapi di sini? Gue malah tenang. Dan itu… ngeri. Karena kita jadi terbiasa pasrah tanpa usaha.

Lo tau gak, hidup itu kayak laut di Kuta kelihatan tenang, tapi bawahnya bisa narik lo ke dalam.

Kalau lo gak hati-hati, lo bisa hanyut. Terlalu santai bisa bikin lo lupa mimpi. Dan Bali itu penuh godaan. Gak cuma dari ibu kost yang dasternya tipis doang, tapi juga dari gaya hidup: pesta, healing, nongkrong, party. Banyak yang datang buat kerja, tapi berakhir jadi penikmat senja profesional. Banyak yang niat cari duit, tapi akhirnya malah jadi buih yang ikut arus.

3. Kost: Tempat Tinggal atau Tempat Tumbuh?

Kost itu bukan cuma bangunan buat tidur.

Kalau lo cukup peka, kost bisa jadi tempat belajar paling jujur tentang hidup. Di sini lo belajar berbagi, sabar, tahan lapar, dan yang paling penting: adaptasi.

Gue tinggal serumah sama anak-anak dari berbagai daerah. Ada yang dari Medan, Jawa, Makassar, Flores… beda bahasa, beda budaya. Tapi di sini, kita duduk bareng makan mie, becanda, ketawa. Kadang debat gara-gara rebutan colokan. Tapi yaudah, satu jam kemudian udah main Mobile Legends bareng.

Dan Ibu Kadek iya, ibu kost gue dia bukan sekadar pemilik rumah. Dia kadang jadi kayak ibu beneran. Ngingetin kita kalau udah tengah malam belum pulang. Pernah sekali gue sakit, dia bikinin teh. Pake jahe asli, bukan teh sachet. Sumpah gue hampir nangis. Di dunia yang makin dingin ini, hal kecil kayak gitu tuh mahal banget, bro.

Tapi ya… daster-nya tetep jadi cobaan utama.

4. Dunia Ini Gak Adil, Tapi Masih Bisa Ditertawakan

Pengalaman Ngekost di Bali: Enaknya Di Mana, Ribetnya Di Mana

Gue pernah mikir, kenapa ya hidup enak begini baru gue rasain pas tinggal di tempat yang jauh dari keluarga? Tapi ya, mungkin emang begitu cara dunia ngajarin kita. Kadang lo harus jauh, biar lo ngerti arti pulang. Kadang lo harus miskin, biar lo ngerti arti cukup. Dan kadang lo harus tinggal di kost dengan ibu kost seksi biar lo ngerti bahwa dosa itu bisa muncul dalam bentuk daster bunga-bunga.

Kita hidup di dunia yang gak selalu adil.
Ada orang kerja keras tapi tetep susah. Ada yang malas, tapi tajir. Ada yang baik malah dikhianatin. Tapi hidup bukan soal keadilan, bro. Hidup itu soal gimana lo bersikap di tengah ketidakadilan itu. Lo bisa kesel, nyinyir, atau… lo bisa ketawa sambil tetep jalan. Karena kadang, satu-satunya cara buat survive itu ya… tawain aja dulu, baru jalan terus.

5. Nyari Kost Itu Lebih Sulit dari Nyari Kerja. Sumpah.

Lo pernah gak ngalamin begini: dapet panggilan kerja, tapi pas mau berangkat, kost-nya belum nemu.

Serius bro, nyari kost di Bali itu lebih susah dari nyari kerja. Nyari kerja tuh ya paling tinggal submit CV, siapin muka polos, dan pura-pura antusias pas ditanya “kenapa mau kerja di sini?” Tapi nyari kost?

Waduh. Itu kayak nyari pasangan hidup versi real estate.

Pertama, kita harus siapin mental dan fisik. Panas-panasan nyusurin gang sempit, masuk dari satu rumah ke rumah lain kayak sales kompor gas. Kadang brosur bilang “kos eksklusif,” tapi begitu liat langsung… kamarnya kayak kandang ayam, harga kosan kaya apartemen BSD.

Belum lagi ibu kosnya. Ada yang terlalu galak, ada yang terlalu cuek, dan ada yang terlalu menggoda iman.

Dan yang paling ngeselin?
“Maaf ya dek, khusus wanita.”
Gue bukan misoginis ya, tapi tolong… kenapa kost bagus, murah, bersih, dan punya balkon cakep selalu buat cewek doang? Sementara kita cowok dikasih pilihan: kamar lembab, kasur bekas zaman Majapahit, dan kamar mandi luar. Aduh…

Terus kalau udah nemu yang pas, harganya pasti bikin ngelus dada. “Rp2,2 juta per bulan, tapi listrik sendiri ya,” katanya. Gue sempet mikir, apa ini kost atau cicilan rumah? Belum parkir, belum galon, belum sinyal Wi-Fi yang cuma kuat buat buka Google.

Jadi jangan salah, bro.
Nyari kerja bisa lewat koneksi. Nyari kost? Butuh hoki, tekad, dan mental sekuat cangkang kura-kura.

6. Bukan Rasis, Tapi Jujur: Harus Waspada Sama Segelintir Oknum

Pengalaman Ngekost di Bali: Enaknya Di Mana, Ribetnya Di Mana

Gue sempet ragu mau nulis bagian ini. Tapi demi integritas dan kejujuran dalam berbagi cerita, gue tulis aja. Tapi lo baca pelan-pelan ya, biar ngerti konteksnya.

Selama tinggal di Bali, khususnya di daerah Selatan, gue pernah beberapa kali nemu kejadian gak enak. Dan gak sekali dua kali, pelakunya sering kali berasal dari satu kelompok yang… ya, lo udah bisa tebak sendiri  banyak dari Sumba.

Tapi sebelum lo mikir aneh-aneh: ini bukan soal rasisme. Ini soal realitas.

Gue gak bilang semua orang Sumba begitu. Jelas enggak. Bahkan gue punya temen asli Sumba yang baiknya setengah mati. Tapi ya itu, oknum-oknum yang rusak ini jumlahnya gak bisa dibilang kecil juga. Dan mereka kadang bikin suasana jadi gak nyaman.

Lo pasti pernah nemu:

Orang yang mabok di pinggir jalan, teriak-teriak, ngerusak mood orang sekitar.
Atau yang nongkrong di warung sampai tengah malam sambil muter musik keras-keras kayak lagi di festival.

Atau yang kalau ditegur malah ngajak ribut.
Dan mirisnya, kejadian kayak gitu sering banget dilakukan oleh oknum dari kelompok yang sama.

Ini bukan masalah suku, ini masalah attitude.
Tinggal di tanah orang, apalagi se-sakral Bali  lo harus ngerti etika.
Orang Bali itu lembut, sabar, dan terbuka. Tapi jangan dikira mereka gak punya batas.

Dan kita yang tinggal di sini  entah pendatang dari Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Papua semua harus ngerti cara menyesuaikan diri.

Gue tulis ini bukan buat nyebar kebencian. Justru biar kita bisa saling jaga.
Kalau lo orang Sumba yang baca ini dan ngerasa gak begitu  berarti bukan lo yang gue maksud. Tapi lo bisa bantu ngingetin saudara lo yang mulai “liar” di tempat umum, supaya kita semua bisa hidup damai di tanah yang kita sewa ini.

Karena percaya atau enggak, bro…

Satu orang bikin onar, satu kelompok bisa kena stigma.
Dan sekali udah kena, susah banget ngilanginnya.

7. Gaya Hidup di Bali Selatan: Anak Jaksel Aja Bisa Minder

Lo pikir cuma anak Jaksel doang yang gaya hidupnya sophisticated? Yang nongkrong di coffee shop sambil buka MacBook, ngobrolin start-up, sambil nyeruput kopi seharga nasi padang lengkap?

Salah besar.

Di Bali Selatan, terutama Nusa Dua dan sekitarnya gaya hidup orang-orang sini bisa bikin anak Jaksel bungkus koper dan pensiun dari “kekinian”.
Lo akan nemu ibu-ibu yoga yang jam 6 pagi udah seger wangi, naik mobil listrik, belanja sayur organik, terus brunch di kafe dengan menu aneh kayak avocado toast with spirulina dust(yang jujur aja, rasanya kayak nyium tanah basah).

Gue pernah iseng masuk ke kafe yang vibes-nya earthy banget. Musiknya jazz pelan, pelayannya manggil “dear”, dan semua menunya… pakai bahasa Inggris semua kecuali air putih.

Gue liat daftar harga: satu gelas jus Rp65 ribu.
Gue diem.
Tapi temen di sebelah gue malah bilang, “Murah tuh, ini udah organik.”

“Organik kepala lo! Itu harga udah setara tiga kali makan di warteg daerah Pesing,”batin gue.

Dan ya, biaya hidup di Bali Selatan itu gak main-main.
Kalau lo cuma modal gaji UMR dan mindset “yaudah yang penting ngekos dan makan”, siap-siap mental lo hancur.

Satu porsi nasi campur bisa tembus Rp40-50 ribu. Belum ngopi, belum laundry, belum lifestyle nyimpenin sepatu biar “masuk ke suasana.”

Saking mahalnya, gue kadang mikir:

“Ini Bali atau Beverly Hills sih?”

Tapi anehnya, lo bakal tetep betah.
Karena selain pemandangan yang bikin tenang, lo juga akan ngerasa… “gue pengen bisa hidup seimbang kayak mereka.” Gaya hidup sini tuh emang fancy, tapi bukan sok. Lebih ke… bisa hidup pelan, tapi tetep keliatan niat.Makan sehat, napas panjang, nongkrong gak buru-buru, gak ada istilah “aku sibuk” tiap jam.

Ngekost di Bali itu gak sempurna. Tapi jujur, ini salah satu fase hidup paling indah yang pernah gue lewatin. Banyak tawa, banyak nangis dalam diam, banyak pelajaran yang gak diajarin di sekolah.

Gue harap tulisan ini bisa sampai ke lo semua  anak kost yang lagi berjuang, yang lagi senyum-senyum liat ibu kost, atau yang lagi diem karena dompet kosong tapi masih bisa bilang, “Hidup masih oke, kok.”

Kalau menurut lo tulisan ini relate, dalem, dan ada isinya  sebarkan. Biar makin banyak orang ngerti, bahwa ngekost bukan sekadar numpang hidup. Tapi numpang belajar, numpang tumbuh, dan kadang… numpang jatuh cinta sama kehidupan yang sederhana.

Salam dari anak kost,
Yang belum bayar listrik bulan ini

Korban Tuker Kepala, Digruduk Intel Pas Lagi Tinggi, 6 Juta Buat Bayar Hukum

Korban Tuker Kepala, Digruduk Intel Pas Lagi Tinggi, 6 Juta Buat Bayar Hukum

Lo pernah gak sih punya temen yang awalnya cuma pengen nyari suasana baru, eh malah kejebak di situasi absurd yang bahkan lo gak yakin itu nyata atau plot film pendek gagal?

Gue punya.

Dan cerita ini dia kasih ke gue beberapa hari setelah dia… bebas. Iya, bebas, kayak abis ditawan bajak laut, padahal aslinya lebih ribet dari itu.

Awalnya simpel banget.

Jadi si Bagas temen gue dari zaman SMA yang baru pindah ke kota ini kontak gue. Katanya pengen nyari tongkrongan baru, capek nongkrong sama temen kantor yang isinya cuma bahas kerjaan sama drama HRD.

Tapi waktu itu, posisi gue lagi di luar kota, gak bisa nemenin. Gue bilang, “Nanti kalau gue balik kita nongkrong, Gas. Sabar ye.”

Dia bilang, “Santuy, bro. Gue ada kenalan juga anak kos sebelah, katanya nongkrong seru juga. Besok dia ngajak ke tempat kopi gitu, semi tongkrongan juga katanya.”

Gue masih inget banget gue ngebales: “Ya asal jangan nongkrong ama istri orang aja.”

Dia ketawa, “Enggak lah, ini katanya anak kampus gitu.”

Gue mikir, “Ya udahlah, masa iya anak kampus bawa masalah…”

Hahaha. bodoh banget pikiran gue waktu itu.

Beberapa hari kemudian…

Gue dapet kabar lewat WA. Isi pesannya pendek tapi bikin deg-degan:

“Bro, gue ditahan semalam. Nanti gue cerita. Tapi tolong jangan cerita ke siapa-siapa dulu.”

Gue langsung ngerasa aneh. Ditahan? Maksudnya ditahan apaan? Tawuran? Salah parkir? Boncengin istri orang?

Gue telepon, gak diangkat. Tapi besoknya, dia ngajak ketemu. Kita ngopi di warung biasa, dan disitu dia ceritain semuanya.

“Jadi gini, bro…”

Kalimat pertamanya udah kayak film dokumenter. Nadanya pelan, mukanya datar, kayak orang abis dicabut nyawanya tapi dibalikin lagi.

“Gue ke tempat kopi yang diceritain si Diki temen kos. Awalnya cuma ngopi, ngobrol biasa. Ternyata anak-anak situ doyan ngebako ganja. Udah kayak hal biasa di tongkrongan mereka. Santai banget, malah kayak rutinitas.”

Gue tanya, “Terus lu nyoba?”

Dia diem, trus senyum kecut.

“Gue bego, bro. Mereka ngajak sebat. Gue pikir, ‘Ah, sekali doang. Toh gue udah lama gak nyentuh beginian.’ Gue salah.”

“Dan lo gak tau aja,” lanjut dia, “baru aja satu jam, kita lagi asik ngobrol, tiba-tiba dateng mobil Avanza item sama dua motor. Ada lima orang, muka preman, jalan langsung ke arah kita. Gue pikir ada yang mau ribut. Ternyata mereka intel.”

Gue otomatis nahan napas pas dia ngomong ‘intel’. Astaga.

“Mereka bawa semua yang nongkrong.”

Gue nanya, “Lo diborgol?”

“Enggak. Tapi kita disuruh naik mobil satu-satu. Gue udah panik setengah mati. Ini pertama kali gue bener-bener ngerasa kayak… hidup gue bisa tamat di tongkrongan.”

Dia cerita, pas di kantor polisi, satu-satu dari mereka ditanya, dilihatin dari CCTV, ditanyain siapa yang nyimeng. Ajaibnya, orang-orang yang sering nyimeng malah disuruh pulang.

Gue: “Hah? Serius? Yang nyimeng malah bebas?”

Bagas: “Iya, itu yang bikin gue makin gak paham. Malah gue yang baru nyoba, malah disuruh nunggu. Gue pikir bakal dimaki-maki, ternyata malah dikasih dua pilihan:”

“Bayar enam juta, atau lo masuk sel.”

“Enam juta bro.”

“Cash. Nggak usah proses. Langsung beres, katanya. Kalo enggak ya… yaudah, lu tahan aja. Sidang dua minggu lagi. Resiko lu tanggung sendiri.”

Gue gak bisa ngomong. Di kepala gue, kenapa yang udah biasa nyimeng malah lolos? Apa mereka udah punya ‘jalur belakang’? Apa karena Bagas muka baru, jadi dikira gampang dimakan?

“Gue bingung banget saat itu,” kata dia lagi. “Gue cuma punya dua juta di tabungan. Terpaksa gue telpon nyokap.”

Itu momen paling sepi di cerita dia. Dia duduk sambil liat meja, gak ngeliat gue. Katanya dia cuma bisa minta maaf di telpon, sambil nahan nangis.

“Gue ngerasa bego, ngerasa jahat, ngerasa tolol. Nyokap gak ngomel. Cuma diem. Dan itu lebih nyakitin daripada dimarahin.”

Akhirnya, uang dikirim. Dia bebas.

Tapi katanya, sejak saat itu, dia mutusin buat cabut dari kerjaan dan pulang kampung. Nggak mau ambil resiko lagi. “Lingkungan itu nular, bro. Sekali lo kecemplung, apalagi lo keliatan gampang dikibulin, tamat.”

Gue dengerin cerita itu sambil ngerasa… aneh. Karena ya, yang kayak gitu bisa kejadian ke siapa aja. Bahkan ke orang kayak Bagas, yang awalnya cuma pengen nongkrong, nyari suasana baru.

Dari cerita itu, gue belajar satu hal:

Tongkrongan bukan cuma soal tempat dan kopi enak. Tapi soal siapa yang lo dudukin bareng. Karena salah pilih bangku, bisa jadi lo duduk sama orang yang lagi bawa tali buat ngiket hidup lo.

Dan lo gak akan pernah tau, siapa yang nyimeng beneran… dan siapa yang udah kebal hukum karena kenal siapa.

Penutup dari gue:

Sekarang, Bagas udah tinggal di kampung. Bantu bokapnya di usaha ternak. Kadang kita masih kontak, tapi dia udah gak pernah mau ngobrolin kota ini. Trauma, katanya. Dan gue ngerti banget kenapa.

Jadi, buat lo yang masih doyan ikut-ikutan tongkrongan cuma karena FOMO: pikir-pikir lagi. Kadang, rasa penasaran bisa bayar mahal banget.

Apalagi kalo lo cuma “tuker kepala” semalem, tapi yang dipajakin satu hidup lo.

Kalau lo pernah punya cerita kayak gini, atau nyaris kejebak juga, ceritain deh. Biar kita bisa saling jaga. Karena kadang, nasihat terbaik datang bukan dari guru, tapi dari temen yang nyaris ke penjara karena kopi dan lintingan.

Senja di Ujung Kosong

Senja di Ujung Kosong

Matahari tergelincir perlahan, meninggalkan jejak jingga di langit. Angin sore berhembus pelan, mengusik rambut Raka yang duduk di tepi danau buatan di pinggiran kota. Tempat itu sunyi, hanya sesekali terdengar suara anak-anak bersepeda dan tawa yang sayup-sayup.

Sudah tiga bulan Raka menganggur. Setelah tempatnya bekerja tutup karena bangkrut, ia pulang ke kampung halaman dengan tangan hampa dan hati yang riuh. Impian-impian yang dulu digantungkan tinggi di ibukota kini hanya seperti layang-layang putus benang—terombang-ambing dan jatuh tanpa arah.

Setiap sore, ia datang ke danau ini. Duduk diam, memperhatikan air yang beriak ringan diterpa angin. Ada ketenangan yang ia cari, semacam keikhlasan yang belum ia temukan di rumah, di telepon dari teman-teman lama, atau dari deretan lowongan kerja yang makin hari makin membuatnya merasa kecil.

Hari ini, Raka membawa buku catatan kecil. Dulu, saat masih kuliah, ia senang menulis puisi. Tapi dunia kerja dan segala tuntutan membuat kebiasaan itu terpinggirkan. Kini, dengan waktu yang melimpah, ia mencoba menyusun kata-kata lagi. Menulis bukan untuk siapa-siapa, hanya untuk dirinya sendiri—sebagai jembatan menuju jati diri yang mungkin sempat hilang.

Ia menuliskan satu kalimat:
“Aku rindu menjadi diriku yang tak takut gagal.”

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakangnya. Seorang perempuan dengan jaket denim dan tas ransel kusam berdiri, menatap ke danau. Wajahnya terlihat lelah, tapi matanya hidup. Ia tersenyum kecil.

“Kamu sering di sini, ya?” tanyanya.

Raka mengangguk. “Iya. Semacam tempat pelarian.”

“Aku juga.” Perempuan itu duduk di sampingnya, menjaga jarak. “Namaku Lila. Baru seminggu ini tinggal di kota ini. Kabur dari Jakarta.”

Raka tersenyum. “Kabur dari apa?”

“Dari kehidupan yang tidak lagi terasa milik sendiri.”

Obrolan mereka mengalir pelan. Tentang pekerjaan, tentang kehilangan arah, tentang cita-cita masa kecil yang terkubur oleh realita. Raka merasa seperti bercermin. Lila pun, tampaknya, merasa hal yang sama. Di antara senja dan kesepian yang sama, mereka menemukan ruang kecil untuk saling mengerti.

Hari-hari berikutnya, Raka dan Lila jadi sering bertemu. Mereka menulis bersama, kadang menggambar, kadang hanya diam berdampingan. Tak ada tekanan, tak ada tujuan muluk. Hanya hadir, mendengarkan, dan menjadi diri sendiri.

Pada suatu sore, Lila menunjukkan tulisannya kepada Raka. Sebuah cerita pendek tentang perempuan yang mencari cahaya dalam gelapnya kota. “Kurasa ini tentang aku,” katanya.

Raka membaca dengan saksama. Kata-kata itu sederhana, tapi dalam. Seperti suara hati yang tak pernah bisa dibohongi.

“Aku ingin kita bikin buku bareng,” ujar Raka kemudian. “Kumpulan cerita dari kita, untuk orang-orang seperti kita.”

Lila mengangguk, matanya berkaca. “Untuk mereka yang tersesat tapi belum menyerah.”

Dan begitulah, dari pertemuan yang tidak disengaja, dua jiwa yang patah mulai merangkai kembali serpih-serpih harapan. Mungkin mereka belum tahu ke mana langkah ini akan membawa. Tapi untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, senja tak lagi terasa sepi.

Trump Ingin Merubah F-35 Menjadi Jet Tempur Bermesin Ganda, Akan Disebut Sebagai F-55

Quote:

Paman Rambut Jagung alias Donald Trump baru-baru ini membuat pernyataan kontroversial terkait F-35, disela-sela kunjungan ke Qatar pada 15 Mei 2025 kemarin; Trump secara blak-blakan tidak suka jet tempur bermesin tunggal. Dia punya ide sendiri terkait F-35.

Trump mengatakan ingin meng-upgrade F-35 menjadi jet tempur bermesin dua, kemudian mengganti namanya menjadi F-55. Sebuah pernyataan yang berani. Lalu, apakah bisa Lockheed Martin selaku pembuat F-35 memenuhi permintaan tersebut ?

Kita tahu bahwa Lockheed sedang dipusingkan dengan proses upgrade F-35 saat ini menjadi varian Block 4, serta melakukan uji coba pada F-35 TR3 sebelum memulai upgrade ke Block 4. Lalu, apakah perubahan desain dari mesin tunggal menjadi mesin ganda ini akan berajalan mudah ?

Menanggapi pertanyaan Trump tentang F-55, juru bicara Lockheed Martin berkata: “Kami berterima kasih kepada Presiden Trump atas dukungannya terhadap F-35 dan F-22 dan akan terus bekerja sama dengan pemerintahan untuk mewujudkan visinya tentang dominasi udara.”

Perkembangan besar di sini adalah gagasan tentang F-35 bermesin ganda, sesuatu yang dari dulu belum pernah disebut-sebut secara serius sejak program Joint Strike Fighter diluncurkan. Lockheed sendiri belum banyak berkomentar soal gagasan mesin ganda pada F-35 kedepannya.

Sementara Trump mengatakan bahwa, jet tempur twin-engine punya keuntungan dari sisi keselamatan dengan memiliki dua mesin daripada satu. Konfigurasi twin-engine membuat pesawat memiliki daya dorong lebih besar yang akan meningkatkan kinerja, termasuk kemungkinan kecepatan dan ketinggian pesawat, serta meningkatkan muatan senjata yang bisa dibawa pesawat. Jangkauan dapat ditingkatkan atau dikurangi, tergantung pada penyesuaian desain yang akan dilakukan seiring dengan perubahan konfigurasi tersebut.

Secara Teknis, F-35B Tidak Bisa Dirubah Menjadi Twin-Engine

Dari ketiga varian yang ada dari F-35, maka varian F-35B yang dipakai Korps Marinir AS (USMC) serta digunakan Inggris dan Jepang, secara teknis tidak bisa dirubah menjadi twin-engine. Karena pesawat sudah dilengkapi kipas pengangkat (lift fan) di belakang kokpit untuk membantu pesawat lepas landas/mendarat secara vertikal.

Merubah F-35B menjadi twin-engine justru akan menambah beban pesawat, dan kemungkinan jet itu tidak akan bisa lepas landas dan mendarat secara vertikal karena beban mesinnya terlalu berat. Dan mendesain ulang F-35B menjadi jet bermesin ganda juga bukan pekerjaan mudah. Kecil kemungkinan Lockheed mau melakukannya.

Quote:

Sementara varian F-35A milik USAF dan F-35C milik US Navy masih ada kemungkinan dirubah menjadi twin-engine. Jika benar F-35 akan dipasangi dua mesin, maka US Navy akan bersenang hati. Karena F-35C mereka bisa membawa muatan senjata lebih banyak seperti Super Hornet. Hal yang kurang dari F-35C adalah kemampuan membawa senjata yang terbatas, jika dibandingkan F/A-18 Super Hornet.

Namun, sejauh ini belum ada keluhan besar yang diketahui tentang mesin tunggal F-35C yang digunakan oleh US Navy. Juga tidak ada insiden pesawat yang hilang dari kapal induk karena kegagalan mesin tunggal F-35C.

Ada gosip yang mengatakan jika F-55 nantinya akan ditawarkan dalam program jet temput generasi 6 untuk US Navy yang kini disebut sebagai F/A-XX. Peserta dalam program itu adalah Boeing, Northrop dan Lockheed. Namun, Lockheed tersingkir pada Maret 2025 karena desain mereka tidak sesuai kriteria yang diinginkan.

Pernyataan Trump mengenai F-55 kemungkinan merujuk pada salah satu pesaing Lockheed Martin dalam program F/A-XX, baik yang sebelumnya telah tereliminasi, tetapi kini mungkin kembali bersaing. Atau mungkin proposal baru dari perusahaan yang sama berdasarkan F-35C bermesin ganda yang telah didesain ulang ?

Quote:

Sementara untuk Angkatan Udara AS (USAF), F-55 dirumorkan bakal menjadi tandem pesawat generasi keenam Boeing F-47. Kabarnya USAF ingin jet tempur berbiaya murah yang akan dioperasikan bersama F-47 di masa depan.

Bahkan dengan anggaran yang lebih besar, akan menjadi tantangan bagi USAF untuk mendapatkan F-55. Dan sepertinya biaya operasional jet ini kelak tidak akan murah. Ini mungkin menunjukkan bahwa, pengembangan F-35 bermesin ganda sebenarnya akan lebih cocok untuk Angkatan Laut AS.

Pada bulan April 2025, CEO Lockheed Jim Taiclet mengatakan bisa memberi peningkatan pada F-35. Dia bilang F-35 bisa memiliki 80% kemampuan dari jet generasi keenam F-47 dengan biaya lebih terjangkau. Dengan memberikan teknologi yang dikembangkan untuk F-22 dan F-47 ke dalam F-35, Jim menyebutnya sebagai varian Ferraridari F-35. Mungkin varian baru ini yang disebut Trump sebagai F-55. Namun, ini baru dugaan saja ya Gan.

Bagaimana dengan Mesin F-55 ?

Ada hal menarik juga nih Gan terkait F-55 yang perlu kita bahas sebagai penutup. Seandainya program jet tempur ini terealisasi, kira-kira mau pakai mesin apa ? Apakah memakai mesin F-35 yang sekarang sudah ada atau mengembangkan mesin baru ?

Untuk mesin F-35 sendiri saat ini sedang dikembangkan mesin baru untuk menggantikan mesin yang sudah dipakai sekarang. Program mesin baru tersebut diberi nama Adaptive Engine Transition Program (AETP). Pratt & Whitney serta General Electric bersaing dalam proyek pengembangan mesin tersebut.

Namun, pada tahun 2023, Angkatan Udara AS mengumumkan niatnya untuk membatalkan AETP demi meningkatkan  mesin Pratt & Whitney F135 yang saat ini digunakan pada semua varian F-35. Meskipun demikian, Kongres kemudian mengesahkan pendanaan tambahan untuk AETP.

Quote:

Selain AETP, ada juga program NGAP yang punya akronim Next Generation Adaptive Propulsion, difokuskan pada pengembangan mesin baru sebagai bagian dari  inisiatif Next Generation Air Dominance (NGAD), yang mengarah ke pesawat tempur siluman generasi berikutnya F-47.

Sudah lama ada spekulasi bahwa NGAP mungkin juga masuk ke program penerbangan canggih lainnya. Pada bulan Januari tahun ini, Angkatan Udara AS meningkatkan nilai kontrak NGAP dengan General Electric dan Pratt & Whitney, memberi mereka berdua uang senilai US$3,5 miliar atau sekitar Rp 57 triliun.

Pekerjaan pada mesin AETP juga telah dimanfaatkan dalam desain NGAP dari General Electric dan Pratt & Whitney, yang masing-masing dikenal sebagai XA102 dan XA103. Ada kemungkinan juga bahwa perubahan tersebut dapat menggabungkan desain inti mesin yang ada di F-35 saat ini.

Quote:

Kini ada dua opsi mesin yang tersedia dari program AETP dan NGAP, jika memang Trump ingin merubah F-35 menjadi F-55; dia harus bersabar. Pasalnya belum ada mesin yang akan tersedia dalam waktu dekat. Merubah F-35 menjadi bermesin ganda bukan perkara mudah. Daripada pusing merubah F-35 menjadi F-55, Trump harusnya fokus pada pendanaan F-47 yang akan segera dikembangkan oleh Boeing.

Versi F-35 bermesin ganda tentu akan lebih berat dan lebih mahal dari sisi operasional, sekaligus menambah beban dalam hal dukungan sekaligus perawatan. Apa pun itu, diperlukan desain ulang yang ekstensif pada rangka pesawat F-35 dan berbagai subsistem untuk mewujudkannya. Dan ini akan membutuhkan waktu lama.

Kemungkinan wacana F-55 diusulkan Trump guna menandingi J-35 buatan China, yang dianggap padanan umum dari F-35. Dari segi desain, keduanya ada kemiripan. Cuma beda jumlah mesin. Apakah Trump memang ingin menyaingi J-35 dengan mengusulkan upgradeF-35 menjadi F-55 ? Hal ini juga masih belum bisa dipastikan, tapi ada kemungkinan mengarah ke sana, jika melihat persaingan AS dan China yang sempat memanas beberapa waktu lalu.

Lalu, bagaimana menurut Agan ? Apakah kalian ingin melihat F-35 bermesin tunggal atau berubah jadi bermesin ganda seperti J-35 ?

Referensi Tulisan: The War Zone
Sumber Foto: sudah tertera