Didikan Keras Udah Gak Laku! Anak Zaman Sekarang Butuh Apa Sih?

Oleh : Naufal Muhazzib

Didikan Keras Udah Gak Laku! Anak Zaman Sekarang Butuh Apa Sih?

Kalau dulu, anak-anak 80an sama 90an udah biasa digembleng keras — disuruh jemur jemuran siang bolong, salah dikit langsung kena jewer, ngelawan dikit langsung diomelin berjamaah. Tapi anehnya, mereka survive. Bahkan banyak yang bangga bilang, “Kalau bukan karena didikan keras, gue gak bakal sekuat sekarang.”

Tapi sekarang?
Baru ditegur dikit aja, anak-anak zaman now bisa langsung ngambek, overthinking, anxiety, atau malah trauma berat.
Serius, kenapa sih kayak gitu? Emang anak zaman sekarang selemah itu? Atau… sebenernya dunia udah berubah dan kita yang gak sadar?

Yuk, kita bongkar bareng-bareng dari kacamata psikologi, biar gak asal nge-judge.

Kenapa Anak 80-90an “Kuat” Dimarahin?

Anak-anak zaman 80-90an itu hidup di era yang keras — beneran keras, bukan cuma keras kata-kata doang.
Zaman itu, standar hidup gak kayak sekarang. Banyak keluarga masih struggling secara ekonomi. Orang tua juga dididik sama kakek-nenek yang lebih keras lagi, jadilah pola keras itu dianggap “biasa” dan malah identik dengan cinta.

Dulu, prinsipnya simpel:
Anak yang nurut = anak yang sukses. Anak yang bandel = harus dipaksa nurut.

Gak ada istilah overthinking, anxiety, atau healing trip ke Bali. Yang ada, mental harus “dibenturin” biar kuat.
Kalau sekarang kedengeran toxic, waktu itu dianggap normal.

Faktor yang Membentuk:

Kondisi sosial: Hidup susah, jadi keras itu survival.

Akses informasi minim: Gak ada internet yang ngajarin parenting positif.

Budaya kolektif: Malu kalau anak “nakal”, jadi orang tua harus keras demi menjaga nama baik keluarga.

Kenapa Anak Zaman Sekarang Gak Bisa Dididik Keras?

Masalahnya, dunia gak berhenti di tahun 90an.
Teknologi, budaya, nilai-nilai sosial — semuanya berubah cepat banget.
Anak-anak sekarang lahir di dunia yang jauh lebih sadar soal hak asasi, soal kesehatan mental, soal pentingnya emosi.

Kalau dulu kekerasan verbal dianggap “motivasi”, sekarang itu bisa dikategorikan sebagai emotional abuse.
Kalau dulu nangis dianggap lemah, sekarang menangis justru dilihat sebagai bentuk keberanian untuk mengekspresikan diri.

Penyebab utamanya:

Akses informasi luas: Anak-anak aware soal hak mereka.

Perubahan budaya parenting: Parenting zaman sekarang lebih responsif, bukan reaktif.

Peningkatan kesadaran mental health: Trauma masa kecil diakui sebagai luka serius, bukan sekadar “masa kecil kurang bahagia.”

Fun Fact dari Psikologi:

Menurut penelitian dari American Psychological Association (APA), pendekatan parenting yang keras berkorelasi langsung dengan tingginya tingkat depresi, kecemasan, bahkan gangguan kepercayaan diri pada anak remaja dan dewasa muda.

Dunia Udah Berubah, Cara Didik Juga Harus Berubah

Mendidik anak itu kayak upgrade software.
Kalau masih pakai Windows 95 di tahun 2025, ya ngelag lah.

Anak-anak zaman sekarang gak bisa lagi didekati pakai metode:

Teriakan

Ancaman

Hukuman fisik

Malukan anak di depan umum

Yang ada malah:

Mereka merasa gak aman.

Mereka kehilangan kepercayaan ke orang tua.

Mereka tumbuh dengan inner voice yang penuh ketakutan.

Kalau anak-anak ini “lemah”, bukan karena mereka manja, tapi karena mereka butuh lingkungan yang safe untuk berkembang.

Menurut Psikologi, Apa yang Anak Zaman Sekarang Butuh?

Dalam teori Attachment yang dikembangkan oleh John Bowlby dan Mary Ainsworth, anak-anak berkembang optimal kalau merasa:

Aman (safe)

Dicintai tanpa syarat

Dipahami emosinya

Kalau anak merasa diperlakukan adil, dihargai pendapatnya, dan diajari secara sabar, maka mental mereka jauh lebih kuat dalam jangka panjang — bukan karena takut, tapi karena sadar dan percaya diri.

Kata psikolog modern:

Anak yang merasa aman, justru lebih berani mengambil risiko dalam hidup.

Bukan berarti gak boleh disiplin ya, tapi caranya bukan lagi pakai marah atau ancaman, melainkan:

Ngasih pilihan

Menjelaskan konsekuensi logis

Konsisten tanpa perlu teriak-teriak

Trik Parenting Buat Zaman Now (Biar Anak Gak Jadi “Lemah” Tapi Juga Gak Trauma)

Validasi perasaan anak
“Aku ngerti kamu marah. Gak apa-apa marah, tapi tetap harus ngomong sopan ya.”

Beri konsekuensi yang natural, bukan hukuman keras
Misal: Kalau gak ngerjain PR, ya konsekuensinya remedial, bukan dimarahi seharian.

Bangun komunikasi dua arah
Bukan cuma “orang tua selalu benar”, tapi kasih ruang anak buat bicara.

Latih anak problem solving, bukan sekadar taat
Anak-anak harus bisa mikir, bukan sekadar nurut.

Pahami dunia mereka
Dunia sekarang beda, tantangan mereka beda. Jangan paksa pakai kacamata lama.

Kesimpulan: Keras Itu Bukan Solusi, Peduli Itu Jawaban

Didikan keras bukan satu-satunya jalan menuju kesuksesan.
Kalau keras itu pasti sukses, mungkin banyak generasi 80-90an sekarang yang gak perlu terapi buat ngobrolin luka batinnya.

Anak zaman sekarang butuh lebih dari sekadar perintah keras.
Mereka butuh empati, arah, dan tempat yang aman buat tumbuh.
Karena dunia yang mereka hadapi jauh lebih kompleks dari zaman dulu.

Dan percaya deh, anak-anak yang dibesarkan dengan cara peduli (bukan takut), justru bakal lebih tahan banting dalam jangka panjang.

Referensi:

American Psychological Association. (2020). Parenting That Works: Building a Strong Emotional Bond with Your Child.

Bowlby, J. (1988). A Secure Base: Parent-Child Attachment and Healthy Human Development.

Siegel, D. J., & Bryson, T. P. (2012). The Whole-Brain Child: 12 Revolutionary Strategies to Nurture Your Child’s Developing Mind.

Ainsworth, M. D. S. (1978). Patterns of Attachment: A Psychological Study of the Strange Situation.

UNICEF (2021). Positive Parenting Guidelines for Modern Families.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *