Selama kampanye pemilihan presiden, Trump menekankan komitmennya untuk membongkar Departemen Pendidikan, dengan argumen bahwa pendidikan dapat dikelola dengan lebih baik jika berada di bawah pengawasan pihak negara bagian. Pendekatan ini mencerminkan pandangan Trump bahwa efisiensi dan kualitas pendidikan akan meningkat jika negara bagian memiliki lebih banyak kontrol atas sistem pendidikan mereka masing-masing.
Pandangan Trump terhadap Departemen Pendidikan mencakup keyakinan bahwa lembaga ini tidak berfungsi secara optimal, dan lebih baik jika pendidikan dilakukan dengan mengedepankan sistem berdasarkan negara bagian. Dalam konteks ini, Trump mengemukakan kritik tajam terhadap sistem pendidikan saat ini di Amerika Serikat.
Ia mengklaim bahwa negara tersebut berada di peringkat terakhir dalam pendidikan jika dibandingkan dengan 40 negara lainnya, meskipun memiliki pengeluaran per siswa tertinggi di dunia.
Dalam upayanya untuk mendorong reformasi pendidikan, Trump menyarankan agar model pendidikan yang berbasis pada negara bagian dapat dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menyaingi negara-negara berprestasi tinggi seperti Norwegia, Denmark, dan Swedia. Ia mendorong negara bagian untuk bersaing dalam meningkatkan kualitas pendidikan mereka, dengan harapan bahwa dengan kompetisi, biaya pendidikan juga dapat ditekan. Pandangan ini mengusulkan bahwa dengan mengurangi campur tangan federal, inovasi dan peningkatan dalam pendidikan akan terwujud.
Reaksi terhadap rencana Trump tidak sepenuhnya positif. Banyak anggota Partai Demokrat menunjukkan ketidaksetujuan yang kuat terhadap keputusan ini. Dalam upaya untuk mempertahankan Departemen Pendidikan, beberapa anggota kongres bahkan mencoba memaksa masuk ke dalam departemen tersebut, menunjukkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kebijakan yang diberlakukan.
Pertanyaan mengenai legalitas penutupan departemen ini menjadi pokok pembicaraan di kalangan legislator, dengan beberapa menyatakan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang baik.
Dalam situasi yang semakin tegang tersebut, seorang pembawa acara dari Fox News mengkritik insiden pemaksaan masuk tersebut, menyebutnya sebagai “teater politik.” Kritikan ini menyoroti bahwa tindakan politik ini tidak hanya menunjukkan ketegangan partisan tetapi juga mencerminkan perdebatan yang lebih besar tentang arah pendidikan di negara ini.
Reaksi publik terhadap pernyataan dan langkah-langkah yang diambil terkait dengan Departemen Pendidikan sangat bervariasi. Di dunia maya, sejumlah pendukung reformasi pendidikan mengungkapkan bahwa langkah-langkah ini berpotensi memberikan lebih banyak kendali kepada orang tua atas pendidikan anak-anak mereka. Mereka berargumen bahwa dengan adanya kontrol yang lebih besar dari pihak negara bagian, orang tua dapat lebih berperan dalam menentukan kurikulum dan metode pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak mereka.
Di sisi lain, sejumlah komentator progresif, seperti Bill Maher, menyadari bahwa terdapat masalah dalam struktur dan efisiensi Departemen Pendidikan yang ada saat ini. Maher menyoroti perlunya reformasi dalam sistem pendidikan, meskipun mempertanyakan apakah langkah yang diusulkan untuk membubarkan departemen tersebut adalah solusi yang tepat.
Pandangan Rahm Emanuel, mantan walikota Chicago dan anggota Partai Demokrat, juga menambahkan lapisan baru dalam diskusi ini. Emanuel menunjukkan bahwa sepertiga siswa kelas delapan di Amerika Serikat tidak dapat membaca dengan baik, menyoroti adanya masalah sistemik yang lebih dalam dalam pendidikan di negara ini. Ia mempertanyakan apakah membubarkan Departemen Pendidikan akan menyelesaikan masalah yang ada atau justru memperburuknya.
sumber gambar dan berita Sky News Australia