Genre: Realistic Mystery
Target Pembaca: Pria
Jumlah bab: 10 bab
Malam itu, jam di dinding kamar Nina menunjukkan pukul 01:15 WIB dini hari. Udara Yogyakarta terasa sedikit lebih dingin dari biasanya, membuatnya menarik selimut hingga ke dada. Namun, meskipun tubuhnya berselimut, pikirannya masih berkelana.
Sejak beberapa bulan terakhir, ada sesuatu yang berubah dalam diri Faris, putra semata wayangnya. Dulu, ia adalah anak yang rajin beribadah, disiplin, dan bertanggung jawab. Namun, kini semuanya terasa berbeda.
Nina menghela napasnya panjang. Faris tidak pernah lagi menunaikan salat. Ia sering terlihat melamun, seperti memikirkan sesuatu yang tak bisa ia bagikan kepada siapapun. Yang lebih aneh, ia mulai sering mengucapkan kata-kata asing mirip bahasa Rusia yang tak ada dalam kamus manapun, bahkan dalam kamus bahasa Rusia sekalipun.
“Jaregozova… Trenozova…”
Kata-kata itu terus berulang di bibirnya seperti bahasa Rusia aneh yang hanya dirinya sendiri yang tahu artinya.
Nina berusaha untuk memahami putranya. Ia tidak ingin terlalu menekan, apalagi menuduh tanpa alasan. Tetapi malam ini, naluri keibuannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Dengan perasaan tak menentu, Nina bangkit dari tempat tidur. Ia melangkah perlahan ke depan pintu kamar Faris, yang terletak tepat di sebelah kamarnya. Biasanya, lampu kamar itu masih menyala hingga larut, karena Faris sering belajar atau membaca jurnal-jurnal Farmasi.
Namun, kali ini berbeda. Pintu kamar itu terbuka sedikit, dan saat Nina mengintip ke dalam, ia menyadari bahwa ruangan itu kosong.
Faris tidak ada di tempatnya.
Jantung Nina berdetak lebih cepat. Ia mencoba berpikir logis. Mungkin Faris ke dapur untuk minum atau ke kamar mandi. Tapi ketika ia berjalan ke dapur, suasana tetap sepi.
Tidak ada siapa pun.
Dada Nina mulai terasa sesak. Ia bergegas ke ruang tamu, berharap menemukan Faris duduk di sofa sambil menonton TV atau membaca sesuatu. Namun, yang ada hanyalah kesunyian.
Ke mana Faris di tengah malam seperti ini?
***
Dengan langkah semakin cepat, Nina menuju pintu utama rumahnya. Dan saat melihat ke arah gerbang, ia merasa semakin tidak tenang.
Gerbang rumah terbuka sedikit.
Hati Nina mencelos. Faris pergi. Tapi ke mana?
Pikiran buruk mulai bermunculan di kepalanya. Apakah ia sedang mengalami sesuatu? Apakah ada masalah yang tidak diceritakan kepadanya?
Nina segera kembali ke dalam rumah dan mengambil ponselnya. Ia mencoba menelepon Faris. Satu kali, dua kali, tiga kali, tetap tidak ada jawaban.
Ia mengetik cepat sebuah pesan WhatsApp.
[Faris, kamu di mana? Kenapa kamu pergi tengah malam begini? Ibu khawatir.] Nina
Pesan terkirim. Tetapi tak ada tanda-tanda centang ganda berwarna biru yang menunjukkan bahwa Faris membacanya.
Nina duduk di sofa ruang tamu dengan perasaan gelisah. Matanya sesekali melirik jam di dinding. Sudah pukul 01:30 WIB.
***
Sambil menunggu jawaban dari Faris, Nina merenungkan perubahan yang terjadi pada putranya selama beberapa bulan terakhir.
Dulu, Faris adalah anak yang selalu berusaha menjaga keseimbangan hidupnya. Ia rajin belajar, berprestasi, dan tidak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang Muslim.
Namun kini, semua itu perlahan memudar.
Sejak tiga bulan lalu, Faris tidak pernah lagi terlihat shalat. Ia juga lebih banyak menghabiskan waktu sendirian di kamar. Jika dulu ia sering berbagi cerita dengan Nina tentang kuliah dan kehidupan sehari-hari, sekarang ia lebih sering diam.
Dan satu hal yang paling membuat Nina bingung: Faris mulai berbicara dalam bahasa yang mirip bahasa Rusia, tetapi tidak ada dalam kamus bahasa Rusia.
“Jaregozova… Trenozova…”
Setiap kali Nina bertanya, Faris hanya tersenyum tipis dan menghindari pertanyaan itu.
“Ah, itu hanya kebiasaan saja, Bu. Kadang-kadang otakku butuh sesuatu yang tidak biasa,” jawab Faris ringan
Namun, jawaban itu tidak membuat Nina tenang.
Dan malam ini, ketika Faris benar-benar menghilang tanpa pesan, Nina merasa ada sesuatu yang lebih besar yang ia sembunyikan.
***
Setelah menunggu hampir setengah jam tanpa ada jawaban dari Faris, Nina akhirnya memutuskan untuk keluar rumah.
Ia mengenakan jaket dan mengambil kunci mobil. Ia tidak bisa hanya duduk diam sementara anaknya pergi entah ke mana.
Mobil melaju perlahan di sepanjang jalan komplek. Nina mengamati sekitar, berharap menemukan sosok Faris berjalan sendirian. Namun, jalanan begitu sepi.
Nina mencoba mengingat tempat-tempat yang mungkin dikunjungi Faris.
Kampus? Tidak masuk akal, jam segini kampus sudah pasti ditutup.
Rumah teman? Sejauh yang Nina tahu, Faris tidak terlalu sering mengunjungi rumah teman-temannya di malam hari.
Warung kopi? Mungkin saja, tetapi Faris bukan tipe orang yang suka nongkrong hingga larut malam.
Nina melanjutkan pencariannya, tetapi tetap saja tidak ada tanda-tanda keberadaan Faris.
Setelah satu jam berkeliling, ia kembali ke rumah dengan perasaan semakin cemas.
***
Saat kembali ke rumah, Nina mengecek ponselnya lagi. Tidak ada balasan dari Faris.
Ia mencoba menelepon sekali lagi. Kali ini, telepon langsung masuk ke pesan suara.
Nina menatap layar ponselnya dengan mata berkaca-kaca. Perasaan takut mulai menyelimuti hatinya.
“Faris, ibu mohon… Beri tahu ibu kamu di mana…” gumam Nina lirih
Dengan perasaan tak menentu, Nina duduk di ruang tamu, menunggu.
Menunggu kepulangan anaknya.
Menunggu jawaban atas semua pertanyaan yang semakin menyesakkan dada.
Dan dalam hatinya, ia berdoa.
Semoga Faris baik-baik saja.
***
Malam semakin larut, tetapi Nina masih terjaga. Matanya menatap pintu rumah dengan penuh harapan.
Namun, hingga fajar menyingsing, Faris belum kunjung kembali.
Dan Nina tahu, malam ini hanyalah awal dari teka-teki panjang yang harus ia pecahkan.