70 Jemaat Gereja Dipenggal oleh Militan Islamis di Kongo, Afrika

Pada tanggal 13 Februari 2025, wilayah Lubero di Kongo menjadi saksi dari sebuah insiden yang sangat mengenaskan. Sebuah serangan brutal terjadi di desa Kasanga, di mana 70 orang umat Kristen mengalami pembantaian di dalam gereja Protestan. Kelompok yang bertanggung jawab atas tindakan ini dikenal sebagai Allied Democratic Forces (ADF), yang memiliki hubungan signifikan dengan kelompok teroris internasional, ISIS.

70 Jemaat Gereja Dipenggal oleh Militan Islamis di Kongo, Afrika

Peristiwa mengerikan ini dimulai sekitar pukul 04:00 pagi, ketika para militan ADF mulai menyelinap ke dalam desa Maba. Mereka melakukan penyerangan dengan mengancam penduduk untuk keluar dari rumah mereka. Dalam aksi kekerasan tersebut, sebanyak 20 pria dan wanita Kristen ditangkap secara paksa. Sementara itu, di tengah upaya masyarakat untuk menyusun rencana penyelamatan, 50 orang lainnya diculik. Seluruh korban dibawa ke gereja yang terletak di Kasanga, di mana mereka mengalami perlakuan yang sangat kejam, termasuk eksekusi dengan cara dipenggal. Setelah kejadian memilukan ini, keluarga para korban tidak bisa melakukan penguburan jenazah karena adanya ancaman lanjutan dari kelompok bersenjata, yang berlanjut hingga 18 Februari.

70 Jemaat Gereja Dipenggal oleh Militan Islamis di Kongo, Afrika

Allied Democratic Forces pada awalnya merupakan sebuah kelompok pemberontak yang berasal dari Uganda. Namun, sejak 2019, kelompok ini telah menjalin aliansi dengan ISIS dan bertransformasi menjadi organisasi jihad yang semakin kuat dan terorganisir. ADF kini fokus menargetkan komunitas umat Kristen di Kongo, dengan tujuan untuk mendirikan negara Islam yang berlandaskan pada syariah, khususnya di wilayah timur Kongo. Serangan ADF telah meningkat secara signifikan sejak tahun 2014, dan dalam sebulan terakhir saja, lebih dari 200 orang dilaporkan telah dibantai oleh kelompok ini di berbagai lokasi di Kongo.

Insiden pembantaian di Kasanga tidak hanya mencerminkan sebuah tragedi individu, tetapi juga merupakan bagian dari krisis kemanusiaan yang lebih luas yang melanda Kongo. Ribuan orang terpaksa melarikan diri dari rumah mereka akibat tindakan kekerasan yang terus berlanjut. Desa-desa yang menjadi target serangan sering kali mengalami pembakaran, sementara fasilitas pendidikan dan kesehatan terpaksa ditutup.

Statistik menunjukkan bahwa jumlah kematian di kalangan umat Kristen semakin meningkat; pada tahun 2024, tercatat sebanyak 355 orang dibunuh, meningkat dari 261 orang pada tahun 2023.

Ini menunjukkan adanya tren yang mengkhawatirkan dalam meningkatnya kekerasan terhadap komunitas Kristen di wilayah tersebut.

Lebih jauh lagi, situasi diperparah oleh keterlibatan kelompok pemberontak M23, yang diduga mendapat dukungan dari Rwanda. M23 telah menciptakan ketidakstabilan tambahan di Kongo, memperburuk kondisi keamanan di kawasan ini. Ketegangan antara negara-negara di kawasan, khususnya antara Kongo dan Rwanda, semakin memperumit upaya untuk menangani masalah ini secara efektif.

Pemerintah Kongo menghadapi kesulitan yang signifikan dalam menangani ancaman dari ADF dan kelompok pemberontak lain. Ketidakstabilan politik dan sosial di Kongo membuatnya sulit bagi pihak berwenang untuk menyediakan perlindungan yang memadai bagi warga sipil. Angka serangan yang terus meningkat menciptakan rasa ketakutan yang mendalam di tengah masyarakat, khususnya di kalangan umat Kristen yang semakin menjadi sasaran utama. Warga Kristen di Kongo hidup dalam kondisi ketakutan, menghadapi kemungkinan penculikan, eksekusi, atau bahkan pengungsian yang beruntun.

sumber gambar dan berita Briefly

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *