Maskapai Qatar Airways meminta maaf setelah awak kabin mendudukkan penumpang yang baru saja meninggal di sebelah pasangan suami istri Australia saat dalam penerbangan jarak jauh dari Melbourne.
Mitchell Ring dan Jennifer Colin adalah pasangan asal Australia yang terbang dari Melbourne ketika seorang penumpang lainnya meninggal di tengah penerbangan. Identitas perempuan itu dan penyebab kematiannya belum terungkap.
Ring mengatakan kepada acara TV Australia A Current Affair bahwa awak kabin awalnya ingin memindahkan jenazah penumpang ke kelas bisnis, tetapi kesulitan untuk mengangkut perempuan itu ke lorong.
Pasangan itu mengatakan meskipun ada kursi kosong di sekitar mereka, awak kabin meminta Ring untuk minggir dan menempatkan perempuan yang sudah meninggal itu ke kursinya.
“Mereka tampak sedikit frustrasi, lalu mereka hanya melihat saya dan melihat kursi tersedia di samping saya, istri saya ada di sisi lain, kami berada di baris yang terdiri dari empat orang. Mereka berkata, ‘Bisakah Anda bergeser?’ dan saya hanya berkata, ‘Ya tidak masalah’,” kata Ring.
“Kemudian mereka menempatkan wanita itu di kursi yang saya duduki.” Wanita itu ditutupi tetapi situasi itu masih membuat pasangan itu trauma. Mereka sekarang berada di Venesia tetapi berharap mendengar kabar dari maskapai penerbangan: “Mereka memiliki kewajiban untuk menjaga pelanggan dan staf mereka, kami harus dihubungi untuk memastikan, apakah Anda memerlukan dukungan, apakah Anda memerlukan konseling.”
Dalam pernyataan kepada Stuff, juru bicara Qatar Airways mengatakan: “Pertama dan terutama, pikiran kami tertuju pada keluarga penumpang yang meninggal dunia dalam penerbangan kami.
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan atau tekanan yang mungkin ditimbulkan oleh insiden ini, dan sedang dalam proses menghubungi penumpang sesuai dengan kebijakan dan prosedur kami.”
Pasangan itu telah memesan tiket melalui Qantas dan maskapai Australia itu juga mengatakan akan menghubungi mereka. “Ms Colin memesan tiket melalui Qantas dan bepergian dengan Qatar Airways, sesama maskapai Oneworld Alliance,” kata juru bicara kepada A Current Affair.
“Proses penanganan insiden di dalam pesawat seperti ini dikelola oleh maskapai yang mengoperasikannya, yang dalam kasus ini adalah Qatar Airways,” lanjutnya.
Sangat jarang seorang penumpang meninggal di tengah penerbangan. Maskapai menangani situasi ini secara berbeda, tetapi sebagian besar akan mencoba mencari baris kosong untuk menempatkan orang tersebut. Asosiasi Transportasi Udara Internasional memiliki pedoman tentang situasi ini.
“Pindahkan orang tersebut ke kursi, jika tersedia, kursi dengan sedikit penumpang lain di dekatnya. Jika pesawat penuh, kembalikan orang tersebut ke kursinya sendiri, atau atas kebijakan kru, ke area lain yang tidak menghalangi lorong atau pintu keluar. Berhati-hatilah saat memindahkan orang tersebut dan waspadai kesulitan situasi tersebut bagi rekan dan yang melihatnya,” bunyi pedoman tentang situasi ada penumpang meninggal di pesawat.
Singapore Airlines pernah memasang “lemari mayat” di armada Airbus A340-500-nya untuk berjaga-jaga jika terjadi kematian di tengah penerbangan, tetapi kabarnya tidak pernah diperlukan. Model pesawat khusus itu tidak lagi digunakan oleh maskapai tersebut.
Sebuah studi oleh New England Journal of Medicine meneliti 11.920 keadaan darurat medis dalam penerbangan dari 1 Januari 2008 hingga 31 Oktober 2010 pada lima maskapai penerbangan domestik dan internasional AS.
Dalam studi itu, ditemukan bahwa hanya 0,3% dari kasus tersebut yang mengakibatkan kematian. Penelitian menunjukkan ada satu keadaan darurat medis dalam penerbangan per 604 penerbangan
VinFast Indonesia melakukan pembohongan publik bahwa VFe34 dilengkapi dg Android Auto (di brosur digital VF Indonesia ada – saya simpan takut jika diganti sepihak – TERNYATA BENERAN DIGANTI). Saya beli ternyata TIDAK ADA.
Situs asli sebelum saya beli mobil (sekarang sudah diganti): https://web.archive.org/web/20241127023459/https://vinfastauto.id/en/vfe34
Link brosur mengarah kesini: https://vingroup.widen.net/s/gmn6b7dxhx/vf-e34-specsheet-indo-digital
VF lalu lepas tangan atas masalah ini, CS VF Pusat hanya jawab “tunggu info dari team VF” selama berhari-hari (lebih dari 2 minggu).
Aplikasi VF di smartphone saja sudah 2 minggu lebih masih tidak bisa terhubung dengan mobil, CS hanya jawab: TUNGGU!
Alhasil banyak setting mobil tidak bisa diakses karena owner profile masih belum transfer ke saya.
Saya beli BUKAN yg battery subscription.
HATI-HATI jika membeli mobil dari perusahaan ini!! Sangat TIDAK RECOMMENDED!!!!
Rusia mengomentari cekcok yang terjadi antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam pertemuan di Ruang Oval Gedung Putih. Moskow yang tampak senang dengan cekcok itu, menyebut Zelensky telah “menggigit tangan yang memberinya makan”.
Dalam cekcok pada Jumat (28/2) waktu setempat, Zelensky terlibat adu mulut dengan Trump dan Wakil Presiden AS JD Vance.
Trump menyebut Zelensky “mempertaruhkan nyawa jutaan orang” dan “bertaruh dengan Perang Dunia III”, sedangkan Vance menuduh Zelensky “tidak tahu berterima kasih”.
“Saya pikir kebohongan terbesar Zelensky dari semua kebohongannya adalah pernyataannya di Gedung Putih bahwa rezim Kyiv pada tahun 2022 sendirian, tanpa dukungan,” ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, dalam pernyataan via Telegram, seperti dilansir AFP dan Reuters, Sabtu (1/3/2025).
Zakharova menyebut Trump dan Vance mampu “menahan diri” dengan tidak memukul Zelensky dalam cekcok di Ruang Oval yang disaksikan banyak wartawan dan terekam kamera tersebut.
“Bagaimana Trump dan Vance menahan diri untuk tidak memukuli b******n itu adalah sebuah keajaiban dalam menahan diri,” sebutnya.
Zakharova menyebut Zelensky “tidak menyenangkan dengan semua orang” dan Presiden Ukraina itu telah “menggigit tangan yang memberinya makan”.
Komentar juga disampaikan oleh Wakil Kepala Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, yang juga mantan Presiden Rusia. Medvedev menyebut Zelensky telah menerima “tamparan keras yang pantas” dari Trump di Ruang Oval.
“Teguran keras yang brutal di Ruang Oval,” sebut Medvedev dalam komentarnya via Telegram.
Medvedev dalam postingannya menghina Zelensky dan mengatakan Presiden Ukraina itu akhirnya diberitahu kebenaran secara langsung. “Rezim Kyiv bermain-main dengan Perang Dunia III,” katanya.
Dia menyerukan agar bantuan militer untuk Ukraina dihentikan — hal yang sejak lama didesak oleh Moskow.
Setelah menunggu berjam-jam karena satu-satunya televisi yang kami punya dipakai Ines untuk menonton serial televisi favoritnya. Akhirnya, tiba giliran gua; bermain game.
Jam menunjukkan pukul 10 malam saat Ines menyusul Abang (Kami memanggil anak sulung gua dengan sebutan ‘Abang’) ke dalam kamar. Sebelum masuk ke dalam, saat tengah memegang gagang pintu kamar, ia menatap gua dengan matanya yang sayu, lalu bicara; “Kamu mau main PS?”
“Iya… Hehe”Jawab gua sambil terkekeh dan mengambil controller.
“Emang besok nggak kerja?” Tanyanya lagi.
“Kerja.. Sebentar doang kok”
“Oh, yaudah.. Jangan lama-lama…” Balasnya, lalu masuk ke dalam kamar.
Gua mulai memainkan game sepak bola favorit semua orang. Satu pertandingan ‘Career Mode’ selesai, gua melirik ke arah jam pada dinding ruang tamu; ‘Ah, satu game lagi deh’ batin gua dalam hati, lalu kembali bermain. Terus berulang hingga entah sampai pertandingan ke sekian.
Tiba-tiba, saat game tengah memunculkan loading screen, gua mulai mendengar suara yang aneh dari dalam kamar. Suaranya seperti geraman yang samar, saking samarnya gua sampai mendekat dan menempelkan telinga ke sisi depan pintu kamar; mencoba mendengar lebih jelas. Dan, masih terdengar geraman samar yang sama.
Gua mengernyitkan dahi; “Ngapain sih?” Gumam gua pelan, lalu dengan hati-hati membuka pintu kamar. Kondisi kamar saat itu dalam keadaan gelap, hanya sinar dari layar televisi di ruang tamu yang menembus masuk ke dalam; menjadi satu-satunya sumber cahaya. Terlihat Abang tertidur pulas, meringkuk pulas di sisi ranjang yang paling jauh dari pintu. Sementara, Ines berada di tepian ranjang, hampir jatuh. Gua menekan saklar untuk menyalakan lampu.
Kini terlihat dengan jelas, tubuh Ines yang bergerak-gerak kaku; kejang. Sementara, matanya terbuka, membelalak ke atas, dan dengan mulut penuh busa.
“Astagfirullah…” Seru gua, lalu bergegas mendekat. Dengan cepat gua membuka mulutnya dan memasukkan jari-jari gua; mencegahnya agar ia nggak menggigit lidahnya sendiri. Paling nggak itu hal yang gua tahu saat menghadapi orang yang tengah kejang. Belakangan baru gua sadari kalau hal itu salah.
Gua hanya terus begitu sampai kejangnya berhenti.
Setelah nggak lagi kejang, Ines terkulai lemas seperti kehilangan seluruh tenaganya.
Gua mulai menggoyangkan tubuhnya dengan perlahan seraya menyebut namanya; “Nes.. Nes…”
Ines membuka matanya, ia menatap gua; bingung.
“Kamu kenapa?” Tanya gua sambil berbisik dekat telinganya.
“…” Ines nggak menjawab, ia hanya terdiam sambil terus menatap gua kemudian beralih menatap ke arah lain. Persis seperti orang yang linglung.
Setelah beberapa saat, barulah kesadarannya benar-benar utuh. Ia malah balik bertanya; “Kenapa?”
“Hah, kamu yang kenapa?” Gua balik bertanya.
Kemudian beranjak ke dapur, mengambilkannya segelas air hangat dan kembali ke kamar. Setelah ia cukup tenang, gua mulai menceritakan kejadian barusan; tentang ia yang kejang.
“Ah, masa sih?” Tanyanya, kini mulai memegangi kepalanya.
“Pusing?”
“Iya…” Jawabnya sambil mengangguk.
“Tolong ambilin obat dong…” Pintanya.
Gua mulai mencari obat pereda sakit kepala di laci disisi ranjang, lalu memberikannya ke Ines. Setelah minum obat, gua membiarkannya kembali tidur. Sementara, nggak ada lagi semangat untuk malanjutkan bermain game. Sisa malam itu, gua hanya duduk di lantai, di sisi ranjang sambil menggenggam tangannya; takut kalau kejang itu datang lagi.
Besok pagi, sebelum gua berangkat bekerja, kami berdua kembali membahas kejadian semalam. Ines kekeuh dengan asumsinya kalau mungkin saja ia hanya kelelahan. Sementara, gua nggak langsung menerima asumsinya. ‘Nggak mungkin, kelelahan sampai kejang’ Batin gua.
Gua lalu menghubungi Bokap dan Nyokap; menceritakan kejadian semalam.
“Udah bawa ke sini aja, Biar dikasih aer ntar ama Baba Sukri…” Nyokap memberi solusi, menganggap kalau apa yang menimpa Ines berhubungan dengan hal mistis. Dan bisa diselesaikan dengan air jampi-jampi dari ustad.
Jangan tanya, gua percaya apa nggak sama solusi dari Nyokap, ya jelas nggak. Tapi, berada di sana; di rumah Nyokap tentu lebih aman ketimbang meninggalkan Ines sendiri di rumah di saat gua pergi bekerja. Ya sebenernya nggak sendirian juga sih; karena ada Abang dan mbak yang bantu-bantu cuci dan setrika.
Jadi, pagi itu kami bertiga eksodus ke rumah Nyokap. Kemudian gua berangkat ke kantor.
Di kantor, gua terus mengirim pesan ke Ines; ingin memastikan kalau ia baik-baik saja. Dan, nyatanya Ines memang merasa baik-baik saja, merasa sehat wal-afiat.
“Apa gara-gara abis minum air jampi-jampi ya, yah?” Tanyanya, pilon.
“Halah, ngawur. Mana ada aer jampi-jampi…” Respon gua. Sedikit lega karena tahu Ines baik-baik saja.
Hari berganti hari.
Ines tetap merasa sehat. Nggak lagi merasa pusing apalagi kejang. Kami kembali menjalani hidup seperti nggak pernah terjadi apa-apa. Gua mulai meyakini asumsi Ines sebelumnya kalau ia begitu karena kelelahan saja. “Ah iya kali, ya…”
Namun, tepat satu bulan setelah kejadian itu. Gua yang tengah bekerja di kantor mendapat panggilan telepon. Layar ponsel gua, menampilkan nama; ‘Ines’.
Santai, gua menjawabnya; “Halo…” Sapa gua.
Terdengar dari ujung sana, suara si mbak Eceu yang biasa membantu di rumah. Baru mendengar suaranya saja, gua langsung panik. Sadar kalau pasti ada hal yang nggak beres terjadi di rumah.
“Halo pak, ini si ibu tadi kojot-kojot tea… Kumaha?” Ujarnya, suaranya terdengar panik.
“Hah, kejang?”
“Ho oh…”
“Masih?”
“Udah berhenti, sekarang mah udah di kamar, rebahan…” Jawabnya.
“Oh yaudah, saya pulang deh…” Jawab gua, lalu langsung meluncur pulang.
Begitu tiba di rumah, sudah terlihat mobil milik Ika; adik perempuan gua terparkir. Gua tentu tambah panik.
Di dalam kamar terlihat mereka berdua; Ika dan Ines tengah asyik berbincang sambil cengengesan.
“Kamu kejang lagi?” Tanya gua ke Ines.
“Katanya sih iya…” Jawab Ines, santai.
“Kok katanya?”
“Ya aku kan nggak ngerasa apa-apa, cuma pusing doang…” Jawabnya.
Gua beralih ke Mbak Eceu dan bertanya tentang kronologinya. Ia lalu menceritakan semuanya. Berdasar penuturannya; Ines mengalami kejang yang sama persis dengan kejadian sebulan yang lalu. Akhirnya dengan bantuan Ika, kami melakukan riset; bertanya ke sana kemari sambil mencari tahu melalui internet tentang apa yang dialami oleh Ines.
Kami lalu sepakat membawa Ines ke Dokter Spesialis Saraf. Rumah sakit pertama yang kami tuju adalah; RSUD Pesanggrahan, sengaja dipilih karena lokasinya yang dekat dengan rumah nyokap. Jadi kalau terjadi apa-apa bisa gampang ngurusnya.
Dokter yang menangangi kami masih tergolong muda untuk ukuran dokter spesialis. ‘Ah, mungkin saja memang dia pintar’ Batin gua dalam hati. Sementara, si dokter mulai melakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan dan sesi tanya jawab singkat, si dokter lantas membuat diagnosa; “Wah, epilepsi nih kayaknya”
Sontak kami berdua langsung terdiam; kaget bukan main. ‘Kok bisa!?’
Tapi, namanya juga dua-duanya kepala batu. Kami nggak langsung bisa menerima diagnosanya. Setelah tanya sana-sini, kami sepakat untuk melakukan beberapa tes biar diagnosanya tepat. Sekalian mencari second opinion dari dokter berbeda.
Rumah Sakit Puri Cinere jadi tujuan kami. Alasannya, pertama karena cukup dekat dari rumah. Dan alasan berikutnya; Tempat itu jadi satu-satunya rumah sakit paling dekat yang memiliki alat tes-nya.
Hari itu, Ines menjalani serangkaian tes. Sementara sambil menunggu gua sibuk menghubungi teman di bagian ‘benefit’ untuk bertanya apa test semacam ini bisa di-klaim.
Satu jam berlalu, test selesai. Kami kembali menunggu untuk bertemu dengan dokter spesialis saraf yang akan membacakan hasil testnya.
“Imanes…” Seru salah seorang perawat. Kami berdiri dan mendekat, ia menuntuk kami masuk ke salah satu ruang dengan pintu berawarna putih bertuliskan ‘Dokter Sujatmiko’.
“Halo…. selamat sore…” Sapa si dokter ramah dan penuh senyum.
“Sore dok…” Balas kami berdua.
Lalu memulai sesi konsultasi dengan menceritakan kronologi yang dialami Ines. Ia mendengarkan dengan seksama sambil sesekali mengangguk. Sementara, tangannya membolak-balik lembaran kertas yang berisi hasil test yang dijalani Ines tadi.
“Pas kejang, siapa yang liat?” Tanyanya setelah Ines selesai bercerita.
Gua mengangkat tangan; “Saya dok…”
“Gimana kejangnya, ceritain…” Pinta si Dokter.
Gua mulai bercerita melalui sudut pandang gua, detail demi detail, nggak ada yang terlewat.
“Kata dokter di rumah sakit lain aku epilepsi dok, bener nggak?” Tanya Ines, sesaat setelah gua selesai bercerita.
Si dokter yang biasa dipanggil Dokter Eko itu, hanya tertawa mendengar pertanyaan dari Ines. Ia lalu mulai menjelaskan tentang penyebab kejang. Tentang aliran listrik lah, tentang saraf dan oksigen di otak lah, dan banyak istilah lainnya. Pun, ruwet tapi kami cukup bisa mengerti tentang penjelasannya. Di akhir sesi ia lalu menulis resep dan memberikan himbauan; “Jangan capek-capek dulu ya..”
“Iya dok…”
“Ini kita mulai terapi obat. Bulan depan, datang lagi…”
Ines mulai mengkonsumsi obat sesuai aturan dokter Eko. Genap sebulan, kami kembali datang untuk konsultasi; konsultasi yang isinya hanya berbincang saja karena nggak terjadi apa-apa terhadap Ines. Ia lalu kembali meresepkan obat yang sama namun dengan dosis yang berbeda.
“Dua bulan, datang lagi ya…” Ucapnya sebelum kami pergi.
Hal yang sama terjadi beberapa bulan setelahnya. Dan setiap kali selesai berkonsultasi, Dokter Eko selalu meresepkan obat yang sama namun dosisnya semakin lama semakin kecil. Intensitas konsultasi juga semakin sedikit dengan interval yang panjang. Sementara, Ines sudah nggak lagi mengalami kejang.
Setelah nyaris dua tahun, dari yang awalnya Ines mengkonsumsi obat sehari dua kali. Hingga di akhir tahun kedua, Ines hanya perlu mengkonsumsi obat satu kali sebulan. Kami kembali datang untuk konsultasi. Kali ini, Dokter Eko meminta Ines kembali menjalani tes. Tes yang sama dengan yang ia jalani dua tahun kebelakang.
Dokter Eko menyodorkan dua lembar kertas yang berisi grafik mirip dengan hasil getaran seismik gempa bumi. Ia menunjuk ke arah lonjakan garis-garis satu sama lain, garis yang berbeda dengan lembaran sebelumnya.
“Ini, lonjakan listrik di otak; tinggi kan?” Ucapnya sambil menunjuk garis berwarna merah yang membentuk kurva tinggi.
“…”
“… Nah, kalo yang ini. Hasil tes yang tadi.. Udah nggak tinggi kan?” Kali ini ia menunjuk ke garis yang sama namun berada di lembar yang berbeda.
“Iya…” Kami menjawab kompak.
“Nah, lonjakan listrik ini yang kemungkinan besar bikin kamu kejang…” Ucapnya.
Ia lalu mulai menjelaskan kalau yang dialami Ines memang epilepsi. Tapi, ia sengaja nggak mau sekalipun menyebutkannya; ia mau memberikan afirmasi postif kepada si pasien yang pasti bakal shock kalau mendengar tiba-tiba menderita epilepsi. Setelah memberi penjelasan, dokter Eko lalu berdiri dan menyodorkan tangannya; mengajak bersalaman.
“Sehat-sehat ya Mbak Ines, Mas Boni… Semoga kita nggak ketemu lagi…”
“…”
“… Di sini…” Tambahnya sambil diiringi tawa.
Kini, Ines nggak pernah lagi kejang. Obatnya hanya ia minum sekali selama 6 bulan.
Lalu, kenapa gua menceritakan hal ini?
Begini…
Belum lama, takdir mempertemukan gua dengan seorang dokter. Dokter yang menurut gua unik, kalau nggak mau menggunakan kata ‘nyeleneh’. Setelah beberapa kali bertemu dan berbincang, sosok dokter unik ini berhasil memutar balikkan sudut pandang gua sebagai manusia. Memporak prandakan logika berpikir gua, sampai-sampai gua harus mempertanyakan apa yang selama ini gua yakini benar.
Dulu, gua pernah mengenal sosok manusia yang punya kecerdasaan diatas rata-rata. Gua juga mengenal orang yang sejak lahir punya bakat yang istimewa. Tapi, orang ini berada di level yang berbeda. Ia memang nggak punya aura juara. Ia bahkan terlihat penuh kepalsuan. Ia intimidatif dan seakan menyimpan banyak rahasia. Tapi, dibalik itu semua ia adalah sosok berhati mulia dan pemilik otak paling cemerlang yang pernah gua kenal.
Dan, cerita ini adalah tentang dirinya. Tentang sosok yang selalu mencoba mengerti orang lain. Tanpa pernah mendapat pengertian dari dunia.
Dia adalah berlian paling bersinar diantara batu mulia lainnya. Ia bahkan lebih bersinar ketimbang berlian lainnya.
Diamante!
Spoiler for Disclaimer:
Cerita ini mengandung elemen dramatisasi dari situasi dan tindakan medis. Semua prosedur, tindakan, dan teknik medis yang digambarkan dalam cerita ini dibuat untuk tujuan naratif. Dan besar kemungkinan nggak akurat atau sesuai dengan praktik medis yang sebenarnya. Please, jangan nyoba atau ngikutin tindakan medis apa pun yang disebutkan dalam cerita ini kecuali kalian memang tenaga kesehatan profesional yang berkualifikasi. Konsultasi ke dokter atau profesional medis kalo kalian punya pertanyaan atau kebutuhan medis. Cerita ini bukandimaksudkan sebagai panduan atau saran medis.
Glycerine – Bush
It must be your skin, I’m sinking in
It must be for real, ‘cause now I can feel
And I didn’t mind, It’s not my kind
It’s not my time to wonder why
Everything gone white, everything’s grey
Now you’re here, now you’re away
I don’t want this, remember that
I’ll never forget where you’re at
Don’t let the days go by
Glycerine, glycerine
I’m never alone, I’m alone all the time
Are you at one? Or do you lie?
We live in a wheel where everyone steals
But when we rise, it’s like strawberry fields
I treated you bad, you bruise my face
Couldn’t love you more, you’ve got a beautiful taste
Don’t let the days go by
Could’ve been easier on you
I couldn’t change though I wanted to
It should have been easier by three
Our old friend fear and you and me
Glycerine, glycerine
Don’t let the days go by
Glycerine
Don’t let the days go by
Glycerine, glycerine
Glycerine, glycerine
Bad moon white again
Bad moon white again
As she falls around me
I needed you more, you wanted us less
I could not kiss, just regress
It might just be clear, simple and plain
Well that’s just fine, that’s just one of my names
Wah tidak terasa sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadhan ya. Bagi saya, tahun ini terasa begitu cepat. Rasa-rasanya kemarin baru saja tahun baru, sekarang sudah mau Ramadhan saja. Ramadhan tahun ini akan dimulai pada tanggal 1 Maret 2025 dan berakhir pada 30 Maret 2025 dengan dimulainya hari Lebaran.
Tapi selama beberapa tahun terakhir saya merasakan adanya perbedaan merayakan lebaran di zaman sekarang dengan saat masa saya kecil dulu. Lalu apa saja tradisi yang berbeda?
Membangunkan Sahur Keliling
Ini salah satu tradisi yang paling berkesan namun sudah mulai menghilang. Saat saya masih kecil dulu, saya masih ingat betapa serunya berkeliling membangunkan sahur dengan membawa gerobak, kentongan bambu, sembari menahan dingin dengan sarung.
“Sahur… Sahur…” dengan lantang kami teriakkan. Kadang jika bosan, kami membangunkan sambil shalawatan. Seru sekali kalau mengingat masa-masa itu. Apalagi dulu saking semangatnya, saya dan teman-teman sudah berkeliling dari jam 1 malam. Alhasil, bukannya ucapan terima kasih yang kami terima, yang ada malah diomelin warga. Hahaha…
Kalau ingat masa-masa itu, rasanya kangen sekali ya. Apalagi sekarang sudah sangat jarang saya temukan ada anak muda yang melakukan sahur keliling. Sebenarnya secara manfaat nggak terlalu besar ya, toh tiap orang sudah punya smartphone dan tinggal memasang alarm untuk sahur, ⎯ hanya saja pengalamannya yang mahal. Dan saya berharap, anak-anak sekarang bisa merasakan keseruan, kebahagiaan, dan hubungan pertemanan yang indah seperti yang saya rasakan dulu.
Pawai Obor Keliling Kampung
Kalau pawai ini biasanya dilakukan setiap awal dan akhir bulan Ramadhan. Kalau di kampung saya dulu, pawai ini dilakukan selepas shalat tarawih, tapi ada juga yang melakukannya sore hari sampai maghrib. Yang paling seru saat pawai sebenarnya itu saat mempersiapkannya. Muda-mudi karang Taruna dikerahkan untuk mempersiapkan obor, mulai dari memotong bambu, menyiapkan kain bekas untuk sumbunya, dan juga menyiram kain dengan minyak agar awet dan mudah terbakar.
Biasanya waktu-waktu ini digunakan para pemuda desa untuk mendekati si wanita idaman (termasuk saya, uhuy). Lucu juga kalau ngeliat kawan-kawan dulu tebar pesona seolah jadi pemuda paling gagah, tapi juga ada malu-malunya. Padahal Ramadhan waktunya tobat, tapi ya apa daya anak remaja.
Kalau sekarang saya sudah tidak pernah menemui lagi pawai obor keliling kampung. Kalau di tempat kalian bagaimana, masih ada?
Meriam Bambu
Kalau dulu waktu main seneng banget, tapi sekarang ngeri juga ya…
Biasanya main ini ramai-ramai setelah mengaji TPQ di masjid, lalu main ini di kebun dekat rumah. Semakin besar bunyinya, semakin ramai soraknya. Walaupun punya kenangan indah dengan permainan ini, sebagai orang tua saya cukup senang permainan ini semakin jarang ditemukan. Dulu ibu saya sering wanti-wanti kalau main meriam bambu, tapi tetap saja saya lakukan. Sekarang sudah tahu bahayanya, jadi kalau anak saya main bakal saya larang sepertinya. Hahaha…
Itu dia tiga tradisi di bulan Ramadhan yang sudah sangat jarang saya temukan. Kalau di tempat kalian masih ramai tidak tradisi-tradisi ini dilakukan? Boleh nih sharing dibawah.
Para ilmuwan Institute of Physicochemical and Biological Problems in Soil Science di Rusia menemukan dua spesies cacing gelang di lapisan es Siberia pada 2018, dikutip dari CNN (28/7/2023).
Cacing itu membeku dalam kondisi tidak aktif atau kriptobiosis. Organisme dalam kondisi kriptobiotis hidup tanpa air atau oksigen dan tahan terhadap suhu tinggi, suhu dingin, atau garam.
Salah satu peneliti, Anastasia Shatilovich berhasil menghidupkan kembali dua cacing tersebut hanya dengan merehidrasinya dengan air. Sementara 100 cacing lain dibawa ke laboratorium di Jerman untuk dianalisis lebih lanjut.
“Kita dapat menghentikan kehidupan dan kemudian memulainya dari awal. Ini adalah penemuan yang luar biasa,” kata profesor Teymuras Kurzchalia yang terlibat dalam penelitian itu.
Setelah mencairkan cacing-cacing tersebut, ilmuwan memastikan organisme itu membeku sejak periode 45.839-47.769 tahun yang lalu. Pada masa itu, Bumi masih dihuni mammoth atau mamut berbulu, harimau bertaring pedang, dan rusa raksasa.
Analisis genetik yang dilakukan oleh para ilmuwan menunjukkan, cacing tersebut termasuk spesies baru yang kemudian diberi nama Panagrolaimus kolymaenis.
Para peneliti juga menemukan bahwa cacing itu memiliki kesamaan dengan organisme C. elegans yang sering digunakan dalam penelitian ilmiah. Padahal, kedua spesies memiliki usia yang berjarak 200-300 juta tahun.
Kedua organisme memiliki kemampuan bertahan hidup yang lama. Mereka pun menghasilkan zat gula bernama trehalosa sehingga bisa tetap hidup dalam kondisi beku dan dehidrasi.
Penyebab cacing beku bisa hidup kembali
Cacing gelang Panagrolaimus kolymaensis ditemukan dalam kondisi beku di hamparan tanah Serbia yang luas.
Penanggalan radiokarbon menunjukkan, sampel dari cacing itu berusia puluhan ribu tahun. Padahal menurut para peneliti, nematoda tersebut biasanya hanya hidup satu atau dua bulan saja.
Tanah Siberia yang beku melindungi apa pun yang terperangkap di dalam lapisan sedimennya. Ini menciptakan tempat penyimpanan sempurna untuk mengawetkan hewan. Es tebal dan suhu dingin akan membuat bahan organik tetap segar selama ribuan tahun.
Cacing gelang ini juga mampu bertahan hidup dalam kondisi mati suri dengan metabolisme tubuh yang menurun ke tingkat yang tidak terdeteksi.
Keberadaannya di dalam tanah membantu cacing itu terlindungi dari cuaca dingin ekstrem. Organisme itu pun bisa dibangkitkan kembali di laboratorium modern untuk melanjutkan aktivitas normal dan bahkan menghasilkan keturunan.
Organisme dalam kondisi kriptobiotis itu memiliki molekul khusus yang menstabilkan sel-sel agar tetap utuh meskipun mengalami kekeringan ekstrem atau perubahan suhu.
“Tidak seorang pun mengira proses ini berlangsung selama ribuan tahun, 40.000 tahun, atau bahkan lebih lama. Sungguh menakjubkan kehidupan dapat dimulai lagi setelah sekian lama, dalam kondisi antara hidup dan mati,” kata pemimpin penelitian tersebut, Philipp Schiffer.
Peneliti pernah mencatat kondisi kriptobiosis dimiliki makhluk lain, seperti tardigrada dan udang air asin tertentu.
Hewan-hewan tersebut menghentikan fungsi tubuh mereka yang biasa hingga mereka dapat kembali ke lingkungan yang dapat mendukung pertumbuhan dan reproduksi.
Kini, spesimen cacing purba itu telah mati. Namun, cacing yang dihidupkan kembali bisa dipakai untuk mencari tahu caranya mengatasi dehidrasi, perubahan suhu, dan hibernasi.
Para peneliti juga akan menyelidiki potensi temuan organisme beku lain di tempat seperti gletser Antarktika serta spesimen purba yang lebih tua